Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

19 Maret 2019   05:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hening dan lamunannya, Dewi Mulia Ratri merasakan ada sepasang tangan lembut merengkuh dan mendekapnya dengan hangat.  Kemudian membelai halus rambutnya.  Aahhh...ini lamunan terbaik yang pernah menghinggapinya.  Aku tidak akan membuka mata. 

Dirasakannya sebuah bibir mencium keningnya dengan sangat lembut, lalu pipinya, kanan dan kiri.  Lalu telinganya kanan dan kiri.  Hembusan nafas itu membuat badannya menggigil seperti terserang sakit parah.  Dewi Mulia Ratri merasakan otot-otot di tubuhnya menjadi lemas.  Gadis ini menarik nafas panjang mencoba memulihkan keanehan ini.  Belum juga setengah dia membuka mulutnya untuk mengambil udara, mulutnya ditutupi oleh sebuah ciuman yang luar biasa hangat dan bergelora.  Dewi Mulia Ratri megap-megap tapi tidak mau melepaskan ciuman itu. 

Ini ajaib! Baru kali ini lamunanku seperti benar-benar menyentuh semua anggota badanku.  Membuatnya merinding tidak karuan.  Aku tidak akan memutus lamunanku.  Ini membuatku sangat bahagia.  Dewi Mulia Ratri merasa tubuhnya bergetar hebat.  Dia membalas dekapan itu tidak kalah hangat.  Apalagi saat bibir panas yang menempel di bibirnya mencium dengan sepenuh hati.  Duuuhh, aku tidak mau ini berhenti. 

Arya Dahana yang sedari tadi sudah tidak bisa mengendalikan diri karena dorongan hati yang luar biasa, semakin erat memeluk dan mendekap tubuh Dewi Mulia Ratri.  Ciuman yang dilakukannya semakin membara.  Apalagi gadis ini membalasnya dengan tidak kalah menyala.  Biarlah, jika nantinya ada tamparan hinggap di pipinya, itu urusan nanti.  Dia hanya ingin menikmati saat saat yang mendebarkan ini selama mungkin.

Saat dua anak manusia itu saling berpagut mesra, angin terasa melambat di dalam kamar.  Gerah dan panas tak tertahankan.  Bahkan saat baju Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri melayang jatuh ke lantai saja, menimbulkan suara ibarat gempa.  Tapi pemuda dan pemudi ini sepertinya tidak peduli. Rasa cinta dan sayang bergelung dengan rindu yang berapi api. 

Ketika semuanya nampak tidak terkendali lagi, tiba tiba sepercik kilatan dari langit menggugah bumi.  Disusul kemudian dengan suara halilintar memekakkan telinga menyatroni Bantar Muncang.  Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri tersentak kaget.  Keduanya membuka mata dengan segera. Menyadari dirinya hanya tinggal mengenakan baju dalam bagian bawah, Dewi Mulia Ratri menjerit tertahan.  Buru buru disambarnya tumpukan pakaiannya di lantai, dikenakannya dengan tergesa gesa.  Setelah itu gadis ini menatap tajam Arya Dahana yang juga sibuk mengenakan pakaian atasnya.

"Kau...kau...Dahana...kau..kau berani hendak menodaiku?"

"plaak...plaak...plaak...!"

Tangan Dewi Mulia Ratri bertubi tubi singgah di pipi Arya Dahana.  Pemuda ini tidak berusaha menghindar ataupun menangkis.  Ini sudah diduganya sedari awal.  Dia harus terima resikonya.

Melihat Arya Dahana hanya diam saja menerima tamparannya yang berulang kali, Dewi Mulia Ratri menghentikan tamparannya. 

"Hayo...tangkis pukulanku Dahana!  Atau kau mau jadi seorang pengecut yang tidak bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, heh?!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun