Mohon tunggu...
Murni KemalaDewi
Murni KemalaDewi Mohon Tunggu... Novelis - Lazy Writer

Looking for place to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pemberontakan Cinderela

23 Mei 2019   08:21 Diperbarui: 23 Mei 2019   08:26 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ivan menatap Kepsek sambil tersenyum,

"Bisakah saya diizinkan untuk menyampaikan sesuatu Bapak Kepala Sekolah?" tanyanya sopan.

"Silahkan, Yang Mulia" jawab Pak Kepsek.

Kepsek lalu mundur memberikan Ivan tempat di depan mike. Ivan tersenyum mengucapkan terima kasih dan berdiri di depan mike. Ia tersenyum ramah pada semua murid,

"Selamat pagi teman-teman semua. Hari ini saya senang sekali karena bisa belajar di sekolah ini. Saya tahu kalau sekolah ini merupakan sekolah terbaik dan berprestasi di negara kita. Semua prestasi dan nama baik yang didapat sekolah ini, sungguh membuat saya kagum. Merupakan sebuah keberuntungan bagi saya karena bisa menjadi bagian dari tempat ini dan bergaul dengan teman-teman yang saya yakin merupakan murid-murid pilihan yang memiliki segudang prestasi. Saya berharap teman-teman mengizinkan saya menjadi bagian dari sekolah ini. Tidak perlu memberikan saya perlakuan khusus. Karena ketika saya memasuki gerbang sekolah, saya sama seperti teman-teman semua. Saya hanyalah seorang murid yang membutuhkan ilmu dan bimbingan dari para guru yang terhormat. Karena itu tidak perlu memanggil saya dengan sebutan Yang Mulia atau Pangeran Ivan. Cukup panggil saja saya dengan nama saya... Ivan. Karena baru dengan demikianlah, saya bisa merasakan bahwa saya adalah bagian dari teman-teman dan juga sekolah ini" kata Ivan.

Pak Kepsek dan para guru bertepuk tangan dengan antusias, baru kemudian murid-murid menyusul.

Aya bertambah pucat dan kakinya terlihat gemetar,

"Aduh, Ris. Tolongin aku dong! Aku tidak mau masuk penjara! Hiks..hiks.." tangisnya pelan.

Riska menepuk-nepuk pundak Aya penuh simpati,

"Tenang, Ay. Lo tidak usah takut. Siapa tahu Pangeran Ivan tidak mengenali lo lagi. Kejadiannya kan udah lama"

Wajah Aya lansung berubah mendengar hal itu. Ia berdiri tegak dengan ekspresinya terlihat tegang.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun