Lalu kepalanya menyembul.  Seorang penjaga melihatnya. "Ada kampung di sini, anak kesasar, katanya kemalaman dan sering ke sini. Biar kita nggak dicuriga kasih masuk saja!"
"Makanya lain kali  barudak yang datang kasih makan saja lalu suruh pergi," kata yang lain.
"Neng, kamu kesepian yaa di rumah?" celetuk seorang lain.
"Abah dan Ambu sudah nggak ada, abdi tinggal sama teteh lagi pergi," jawab Kinan spontan.
Mereka mengira, anak gadis kecil ingin dipelukan perempuan sebaya kakaknya.
Van Ham tidak di sana bersama Surya. Mungkin mereka berkeliling, mencari rencana memancing Herlanda.
Terdengar serentatan tembakan di luar. Kedua penjaga di ruang tengah terjaga mereka segera siaga. Tetapi kedua orang itu segera tubuh ketika tembakan memberondong mereka.
Widy menutup wajah Kinan dan kupingnya. Syafri terperanjat Daus dan seorang tentara lain masuk. Dia  bukan Herlanda. Melainkan seorang tentara berperawakan tinggi jangkung, kurus.  Namun dia lebih muda dari Herlanda.  Dia Letnan Dua, sementara Herlanda Letnan Satu.
"Wahang  baa kaba!" katanya tertawa kecil.
"Paman Sofyan?" kata Syafri. "Kapan ke Bandung? Dua tahun itu tidak kasih kabar?"
"Sama Hanief, ada keperluan di Bandung, harusnya hari ini pulang ke Padang, tetapi anak ini cerita soal wahang dan kawan-kawan ke tempat penjahat, Ambo pikir ini anak bijak saja, tetapi dia bilang menguping pembicaraan kamu dan kakaknya."