"Uffh. Herlanda bisa marah," kata Widy.
"Tenang aku juga bawa," kata Rinitje mengeluarkan Vicker dari tasnya. "Hanya ada tiga peluru."
Hein tercengang. "Dari manaku dapat? Â Kamu penuh kejuatan? Kamu bisa menggunakan?"
"Sepupuku itu KNIL kini dia di Manado ikut Permesta, dia pernah mengajari aku." Rinitje tersenyum.
Menegangkan malam itu habis hujan. Mereka singgah di sebuah warung mengisi perut dengan hidangan apa adanya dan yang muslim salat. Khawatir itu salat terakhir mereka.
"Kalian takut?" tanya Hein.
"Nggaklah, kita juga pernah berkelahi sama crossboy sama-sama," jawab Yoga.
"Tapi mereka bukan crossboy?"
Sekitar pukul delapan malam mereka masuk ke areal perkebunan milik keluarga Hein. Â Ayah Hein duduk di beranda dengan wajah takut dengan lampu cukup terang. Tetapi di belakang duduk Van Ham, seolah-olah tidak ada apa-apa. Â Dia hanya ditemani satu orang gerombolan, tidak bersenjata, tetapi kemungkinan disembunyikan di baju.
"Mereka sudah bersembunyi di berapa sudut, termasuk di atap bungalow. Tempat ini sepi, tetapi mengapa tidak ada OKD dan TNI, mereka sudah dipancing ke selatan," tutur Hein.
Angga menyembunyikan lugernya di bawah jok mobil yang ditutupi kain busuk bekas lap mobil. Â Tetapi Rinitje menyembunyikan di tasnya karena tidak akan digeledah, disembunyikan di bawah tumpukan celana dalam dan beha.