Dugaan mereka benar. Yang diperiksa hanya baju mereka. Anggota gerombolan memberikan isyarat aman.Â
"Well, kalian berani juga untuk teman kalian. Â Aku ingin tahu bagaimana wajah Letnan Herlanda kalau sepupunya dan suaminya di tanganku dan siapa orang Aceh pengacau itu kawanmu yang Bung Syafri..."
Syafri agak gentar juga, karena orang itu namanya. Tetapi tidak tahu Daus. Â Mereka digelandang ke ruang tengah di mana Papa Hein juga ikut dipaksa masuk. Â
Sekalipun ada rasa takut, Syafri selalu berada di samping Widy. Perempuan itu tahu dan tersenyum. "Setidaknya aku tahu kamu setia menjadi perisaiku," bisiknya.
Di dalam ruangan itu sudah ada 4-5 orang  bersenjata.  Van Ham tampak begitu dendam pada Herlanda dan Daus, yang banyak membunuh orangnya.
"Aku penasaran sama orang Aceh itu. Dia dan Herlanda bagianku, kita tunggu mereka di sini. Kamu orang segera ke Wanaraja untuk beritahu Pasukan Herlanda ditunggu di sini. Kali ini dia harus aku tembak."
Anggota gerombolan itu menunjukkan kesiapannya. Lalu dia keluar ruangan terdengar deru suara motor. Dia ditemani orang lagi berboncengan.
Widy mencolek Hein melihat satu mayat di balik lemari. Â Seorang pegawail perkebunan tampaknya baru saja dibunuh. Masih ada lubang peluru.
"Daniel orang Saparua, sudah ikut Papa sejak lama," jawab Hein.
"Ya, aku sebenarnya mulai suka sama dia. Tapi dia tak pernah takut untuk berupaya lari. Itu sebabnya aku menggunakan metode tokoh idolaku Westerling langsung tembak di kepala dan pegawai-pegawai papamu langsung gemetar, mereka meringkuk di sana ketakutan."
"Dua lagi dibunuh di luar," bisik Papa Hein. "Maafkan Papa, tidak minta tentara menjaga."