Mohon tunggu...
Ilham Karbela
Ilham Karbela Mohon Tunggu... Surveyor Riset

Mencatat makna di setiap jalanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Dekapan Luka

24 Maret 2025   11:30 Diperbarui: 24 Maret 2025   13:36 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Wanita Berjalan (Sumber: Canva/ilhamkarbela)

Orang-orang terus berdatangan menikmati secangkir minuman hangat di tengah derasnya langit Semarang. Atau bisa jadi karena mereka sengaja menghindari hujan dengan dalih menghangatkan tubuh. Apapun itu seperti halnya Naila, Cafe itu juga memperoleh berkah dengan banyaknya pengunjung yang datang.

Setiap pojok meja ada obrolan seru yang saling menghangatkan. Ifan meski gagal bermain futsal, tetapi terlihat tertawa cekikan saat mengobrol dengan Naila. Tetapi Naila lah yang terlihat paling bahagia. Jelas ia menyukai Ifan lebih dari sekedar gebetan. Dia berharap Ifan akan terus membersamainya.

Hujan malah semakin deras. Suara sahutan pengunjung yang tadinya masih terdengar jelas kini semakin meredup. Nyaris tak terdengar. Beberapa ada yang terpaksa berteriak hanya untuk bertanya harga yang harus dia bayarkan kepada kasir. Di momen itu Ifan menatap Naila dengan penuh keseriusan. Naila yang sejak tadi hanya fokus melihat ke arah jalanan yang dirundung air langit belum menyadari maksud tatapan Ifan.

"Naila..." Panggil Ifan sedikit meninggi.

Mungkin itu hanyalah tatapan biasa yang sering Naila lihat. Begitu juga senyuman manis Ifan sudah sering ia terima di berbagai kesempatan bersama. Namun, suasananya menjadi berubah ketika Ifan menyodorkan cincin di tangannya. Naila terdiam. Bukan tak mampu berkata, ia hanya bingung mesti mengucapkan apa. Segalanya bercampur. Dalam hati ia membatin, Ifan melamarku.

"Untukku ?"

"Ye jelaslah untukmu, buat siapa lagi coba". Terang Ifan memastikan.

"Tapi buat apa, Fan. Apa kamu mau..."

"Ini cincin tada keseriusanku padamu, Nai. Yah, Cincinnya sih gak seratus persen emas murni. Tetapi aku pengen kamu tahu aja, aku tuh serius sama kamu".

Tentu saja Naila menerimanya dengan penuh kegirangan. Ah, ia pikir akan dilamar Ifan. Lagi pula pemikiran macam apa itu. Dia mesti fokus dengan skripsi. Belum saatnya memikirkan pernikahan. Ifan juga belum diwisuda, belum bekerja, belum berkarir. Rasanya jalan itu masih sangat panjang. Bisa jadi dua, tiga, empat atau lima tahun lagi Ifan akan melamarnya. Bisa jadi Ifan akan berubah kala itu. Sebab cinta tak pernah janji memberikan kepastian. Tetapi cincin ini, meskipun tidak seratus persen emas murni, bukti Ifan memiliki perasaan yang murni. Cincin itu seolah berhasil meyakinkan Naila akan ketulusan Ifan mencintainya. Hujan ini akan menjadi saksi, gumam Naila sendiri.

#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun