Di sudut tembok itu seseorang berdiri menyambutku. Aku bergegas mendatanginya. Entah mengapa langkahku tidak lagi ragu. Seolah keyakinanku semakin menguat. Ini memang keputusan tepat yang ku ambil. Aku masih ingat dengan tatapan matanya, senyum indahnya, dan kelembutan tutur katanya. Tetapi aku juga bertanya-tanya, setelah semua yang ku lakukan padanya mengapa ia tidak membenciku.
"Naila...". Panggilnya masih sama selembut dulu.
Dadaku sesak. Air mataku tidak lagi mampu jatuh. Sudah kering dengan pengalaman pahit selama aku meninggalkannya. Namun tumpukan penyesalanku juga tak dapat ku bendung lagi.
"Ifan, aku kembali..." Jawabku lirih.
Seolah tahu duniaku telah hancur oleh keadaan. Seolah dia mengerti bahwa aku masih memiliki harapan untuk kembali menjadi diriku yang dulu. Ifan akhirnya memelukku.
Dari balik jendela, aku kembali melihat bayangan hitam itu. Siluet sosok pria tinggi. Kali ini dia tidak sendiri. Ia bersama seorang bayi. Dibelakangnya juga ada beberapa sosok lagi. Sepertinya aku mengenal siapa mereka. Tetapi aku menenggalamkan wajahku di tengah pelukan Ifan.
"Iya, langkahku sudah pasti benar".
Mataram, 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI