Deden memutar matanya. "Ketenaran, dasar bodoh. Semua orang menghormatimu kalau kamu berhasil bertahan sampai tujuh detik. Anak-anak cewek akan menganggapmu hebat."
"Hah," kata Agus, dan Syauki mengeluarkan suara tersedak yang dibuat-buat.
"Bagaimana kamu bisa membuktikannya?" tanyaku.
Ketiganya menatapku seperti aku orang bodoh.Â
"Tidak ada yang bisa berbohong tentang Manusia Muka Rata, kawan," kata Deden.Â
Agus dan Syauki mengangguk.
"Kalau kamu berbohong, permainan ini tidak akan berguna untukmu lagi," tambah Agus.
"Memangnya kenapa?" Aku tidak mau mengakui bahwa aku ketakutan.
"Itu seperti bunuh diri sosial total," kata Syauki sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang menghormati orang yang kalah dalam permainan Manusia Muka Rata."
"Serius?"
Mereka semua menatapku seolah aku baru saja berubah menjadi mutan berkepala tikus. Atau kutu, karena entah mengapa, kota ini terobsesi dengan hama kutu.Â