B. Peran "Fire from the Fringe" (Indonesia dan Turki) dalam Menggeser Dinamika Geopolitik
Dalam sistem multipolar yang sarat rivalitas antar kekuatan besar, perubahan besar jarang dimulai dari pusat. Seperti dalam teori Sistem Kompleks Adaptif (CAS), sistem tidak hanya diatur oleh aktor dominan, tetapi juga oleh gangguan kecil di pinggiran---peripheral agents---yang dalam kondisi tertentu bisa memicu perubahan sistemik. Konsep ini dikenal sebagai "fire from the fringe", yaitu ledakan transformasional yang dimulai dari aktor-aktor yang secara tradisional tidak dominan namun memiliki posisi strategis dalam konteks moral, jaringan sosial, dan legitimasi publik global.
Dalam konteks isu Palestina, Indonesia dan Turki merupakan dua simpul pinggiran yang memiliki potensi mengubah arah arus geopolitik global secara bertahap namun signifikan. Keduanya tidak memiliki kekuatan militer sebesar AS, ekonomi sebesar RRC, atau pengaruh intelijen sebesar Rusia. Namun keduanya memiliki aset strategis yang bersifat kultural, normatif, dan jaringan transnasional yang sangat kuat:
1. Indonesia: Legitimasi Moral Global South dan Jaringan Islam Moderat
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia memiliki posisi simbolik yang kuat dalam wacana Palestina.
Tradisi diplomasi bebas aktif dan peran dalam organisasi internasional seperti GNB (Gerakan Non-Blok) dan OKI, membuat Indonesia dapat memainkan peran sebagai mediator etis yang diterima oleh banyak pihak.
Gerakan masyarakat sipil di Indonesia terkait Palestina sangat masif dan berkelanjutan, dari aksi kemanusiaan hingga tekanan diplomatik.
Secara budaya, Indonesia tidak dilihat sebagai kekuatan hegemonik atau intervensionis, sehingga lebih mudah mendapatkan trust politik dari berbagai aktor.
Dalam kerangka CAS: Indonesia berperan sebagai node dengan probabilitas interaksi tinggi, bobot interaksi moderat hingga tinggi, dan stabilitas jaringan tinggi karena tidak terikat langsung pada aliansi militer manapun.
2. Turki: Jembatan Geopolitik Eurasia dan Warisan Peradaban
Turki membawa warisan simbolik Kekhalifahan Utsmani, yang menjadikan perannya dalam isu Palestina sangat emosional dan historis, terutama di dunia Arab.