Jawaban: Justru dalam dunia modern yang semakin materialistis, kebutuhan akan revolusi spiritual yang mengutamakan perubahan batiniah, akhlak, dan moral sangatlah relevan. Tanpa perubahan dalam diri individu, sistem sosial-politik tidak akan dapat berubah dengan substansial. Revolusi spiritual bukanlah penghalang bagi kemajuan material, melainkan dasar bagi keseimbangan antara kebutuhan batiniah dan duniawi.
Lampiran ini bertujuan untuk memberikan pandangan seimbang terhadap kritik-kritik yang mungkin timbul dalam pembahasan ini, sembari memberikan jawaban yang mendalam dan kontekstual terhadap kritik tersebut.
Lampiran 2: Anomali dalam Khilafah Demokratis ala Khilafah Rasyidin dengan Khilafah Kerajaan
Pendahuluan Khilafah Rasyidin, yang terdiri dari empat khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali), sering dianggap sebagai model pemerintahan ideal dalam Islam. Sistem ini berbeda dengan pemerintahan kerajaan atau monarki dalam banyak aspek, terutama dalam hal partisipasi rakyat dan mekanisme pengambilan keputusan. Meskipun demikian, ada beberapa anomali yang muncul dalam perbandingan antara khilafah yang berdasarkan prinsip demokratis (seperti yang terjadi pada masa Khilafah Rasyidin) dengan model kerajaan yang berkembang kemudian dalam sejarah Islam.
1. Mekanisme Pengangkatan Pemimpin:
Khilafah Rasyidin (Demokratis): Pengangkatan khalifah pada masa ini lebih bersifat musyawarah atau syura. Misalnya, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar dipilih melalui musyawarah para sahabat. Demikian pula dengan khalifah selanjutnya, yang seringkali melibatkan partisipasi masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu dalam pengambilan keputusan.
Khilafah Kerajaan (Monarki): Setelah Khilafah Rasyidin, sistem kepemimpinan dalam khilafah bertransformasi menjadi lebih bersifat dinasti atau monarki, terutama pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Pengangkatan khalifah tidak lagi berdasarkan musyawarah atau konsensus masyarakat, melainkan ditentukan oleh garis keturunan atau politik keluarga.
2. Partisipasi Rakyat dalam Pengambilan Keputusan:
Khilafah Rasyidin (Demokratis): Dalam masa Khilafah Rasyidin, meskipun tidak ada sistem pemilu modern, partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan sangat dihargai. Contoh yang paling terkenal adalah pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah, yang dilakukan melalui musyawarah (bai'at) dengan para sahabat yang dianggap mewakili masyarakat pada waktu itu.
Khilafah Kerajaan (Monarki): Pada masa dinasti-dinasti setelahnya, seperti Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, partisipasi rakyat dalam pemerintahan semakin tereduksi. Pengangkatan khalifah lebih berfokus pada keputusan elit dan garis keturunan keluarga, sementara suara rakyat tidak lagi menjadi faktor penting dalam pemerintahan.
3. Kekuasaan dan Pemusatan Otoritas: