Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ironi dalam 5 Revolusi Besar Dunia

15 April 2025   13:11 Diperbarui: 15 April 2025   13:11 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

3. Studi Kasus: Revolusi Cina 1949

Janji kepada Petani dan Rakyat

Revolusi Komunis Tiongkok yang berpuncak pada kemenangan Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada 1949 di bawah kepemimpinan Mao Zedong lahir dari gerakan panjang yang mengakar pada penderitaan petani dan rakyat jelata. Berbeda dengan Revolusi Rusia yang berpusat di kota dan buruh industri, Revolusi Cina dibangun di atas basis massa pedesaan. Janji utamanya adalah pembebasan petani dari penindasan feodal, distribusi tanah secara merata, dan pembentukan masyarakat sosialis yang adil dan merata.

Narasi revolusi ini membangkitkan harapan besar, terutama di tengah kondisi negara yang porak-poranda oleh perang saudara dan invasi Jepang. Mao menawarkan bukan hanya ideologi, tapi juga janji konkret: tanah, keadilan, dan suara bagi rakyat yang selama berabad-abad dipinggirkan dalam struktur kekuasaan kekaisaran maupun pemerintahan nasionalis Kuomintang.

Namun, janji ini segera berubah menjadi ironi pahit.

Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Kebudayaan

Program ambisius Mao bertajuk "Great Leap Forward" (Lompatan Jauh ke Depan) yang dimulai pada 1958 bertujuan mempercepat industrialisasi dan kolektivisasi pertanian untuk mengejar ketertinggalan dari Barat. Petani dipaksa bergabung ke dalam komune rakyat, dan produksi pangan serta baja dipusatkan oleh negara.

Akibatnya, terjadi kekacauan besar dalam distribusi pangan, manipulasi data produksi, dan pengambilan keputusan yang jauh dari realitas lapangan. Kebijakan ini menyebabkan kelaparan massal terbesar dalam sejarah manusia, menewaskan antara 15 hingga 45 juta jiwa---mayoritas adalah petani yang sebelumnya dijanjikan pembebasan.

Situasi semakin memburuk dengan meletusnya Revolusi Kebudayaan (1966--1976). Mao, dalam upaya mempertahankan kekuasaannya dan "menyucikan" ideologi partai dari elemen borjuis, mendorong pemuda Cina (Red Guards) untuk menyerang semua simbol tradisi, intelektualisme, dan otoritas alternatif, termasuk guru, seniman, bahkan pejabat partai sendiri.

Alih-alih membebaskan rakyat, gerakan ini menciptakan atmosfer teror sosial, penghancuran nilai budaya, dan kekacauan nasional. Pemikiran bebas ditekan, dan rakyat dididik untuk taat pada satu suara ideologis: Maoisme.

Negara Rakyat Menjadi Negara Kontrol Total

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun