Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ironi dalam 5 Revolusi Besar Dunia

15 April 2025   13:11 Diperbarui: 15 April 2025   13:11 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Revolusi yang awalnya menjanjikan kekuasaan rakyat berakhir pada kontrol total oleh negara. Rakyat tidak lagi memiliki otonomi; mereka dikontrol mulai dari apa yang boleh dipikirkan, dikatakan, hingga dikerjakan. Sistem pengawasan sosial, propaganda massal, dan kultus individu terhadap Mao menjadi ciri utama kehidupan politik dan sosial Cina selama beberapa dekade.

Dalam model ini, rakyat tidak hanya kehilangan akses terhadap kekuasaan, tapi juga kehilangan kapasitas sebagai subjek berdaulat. Mereka dikondisikan untuk menjadi alat revolusi yang tidak pernah selesai, revolusi yang terus-menerus memakan anak-anaknya sendiri.

Dengan demikian, Revolusi Cina 1949 memperlihatkan pola ironi yang sama seperti revolusi-revolusi besar sebelumnya: janji emansipasi berubah menjadi mesin penindasan, dan rakyat kembali menjadi korban dari utopia yang dibajak oleh kepentingan kekuasaan absolut.

4. Studi Kasus: Revolusi Prancis 1789

Motto: Libert, galit, Fraternit

Revolusi Prancis 1789 dikenal sebagai tonggak utama dalam sejarah modern yang menandai runtuhnya monarki absolut dan lahirnya cita-cita modern tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan kedaulatan rakyat. Berangkat dari ketimpangan sosial yang ekstrem antara bangsawan, gereja, dan rakyat biasa (Third Estate), revolusi ini membawa semangat pencerahan ke medan politik praktis.

Motto yang menjadi simbol revolusi, "Libert, galit, Fraternit" (Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan), merepresentasikan tiga fondasi utama dari tatanan masyarakat baru yang hendak dibangun. Libert menolak tirani monarki dan menuntut kebebasan individu. galit menyerukan penghapusan hak istimewa kelas sosial. Fraternit menyerukan solidaritas universal antar warga negara.

Namun seperti revolusi lainnya, idealisme ini tidak bertahan lama sebelum diterkam oleh kontradiksi internal dan ambisi kekuasaan.

Rezim Teror dan Munculnya Napoleon

Setelah monarki runtuh dan Raja Louis XVI dieksekusi, kekosongan kekuasaan menciptakan ruang bagi kekuatan radikal untuk mengambil alih. Pada puncaknya, terjadi periode yang dikenal sebagai Reign of Terror (1793--1794) di bawah kepemimpinan Robespierre dan Komite Keamanan Publik.

Dalam nama "keselamatan revolusi," ribuan orang --- termasuk sesama revolusioner --- dieksekusi di bawah tuduhan kontra-revolusioner. Prinsip libert digantikan oleh pengawasan ketat, ketakutan, dan penghapusan kebebasan sipil atas nama revolusi itu sendiri. Negara berubah menjadi instrumen represif terhadap warganya sendiri, dengan guillotine sebagai simbol penghakiman instan tanpa keadilan substantif.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun