Bangsat!
Anak yang duduk di belakang itu tak lain adalah tetangga dan satu SD dennganku. Karena itu dia memanggilku Daus. Dan sial, mulai hari ini seisi ruangan itu sudah tahu nama populerku.
Sekarang bu guru matematika melihat ke arahku. Matanya tajam seperti kawat yang seakan mengikatku.
 "Adi, maju ke depan," kata Bu Guru memanggil nama asliku.
Aku diam menunduk.
"Daus, Daus, Daus..." anak tetangga itu berteriak, diikuti suara sekelas menyemangatiku dengan panggilan itu.
"Stt, diam anak-anak," kata Bu Guru.
Aku berdiri, dan berjalan ke papan tulis. Kelas masih riuh rendah dengan panggilan nama anehku itu. Aku mengerjakan soal itu dengan cepat. Bu guru berdiri di dekatku dengan melipat tangannya di dada.
Setelah selesai aku berikan spidol besar itu kepada Bu Guru. Bu guru masih melihat ke papan tulis.
Lalu dia pun berkata: "Bagus Daus, kau benar, kau pandai sekali," katanya.
Seperti dugaanku seluruh kelas pun menertawakanku karena ada kata Daus dalam pujian itu. Aku duduk dikursiku dan menunduk. Sekarang seluruh kelas ini akan memanggilku Daus. Ketika SD dulu, setiap naik kelas, aku akan dipanggil Daus, meskipun ganti-ganti teman.