"Apa kabar?" tanya Mami.
"Ba... Ba.. Bbaaikk..." Rangga tergagap.
Pertanyaan lembut Mami membuat tembok baja yang membentang di hadapan mereka seperti lumer, layaknya salju di musim semi. Robert tersenyum tipis melirikku. Aku pun tersenyum padanya dengan senang.
"Kuharap kaliam saling menjaga," ujar Mami.
"Iya, Mi," ujar Robert mendekati ibunya.
Rangga pun tersenyum. Lalu kupersilakan mereka bertiga menikmati makanan. Mami membisikiku bahwa dia belum siap bertiga dengan pasagan itu.
"Boleh aku istirahat?" tanya Mami.
"Di kamarku saja, Mi," tawarku.
"Iya," ujar Mami sambil memandangi putera dan kekasihnya.
Lalu aku menggandeng Mami Ely ke lantai atas. Aku bukakan pintu, dan kupersilakan masuk. Setelah aku meenutup pintu, Mami memelukku sambil menangis sesengukan. Aku memeluknya dengan erat. Aku tahu, dia menghadapi cobaan batin yang berat. Aku meminta Mami Ely merebahkan diri di kasur, agar marahnya teredam. Lalu aku keluar dan menutup pintu. Saat aku di ambang pintu itulah tangisan perempuan tua itu meledak. Aku berhenti sejenak, kemudian melangkah menuju tangga, sambil menahan sesak.
Membayangkan kehidupan pahit orang yang kita cintai kesakitan, serasa ikut merasakan kesakitan itu. Aku tahu kekecewaan Mami karena Robert yang berbeda. Dan aku tahu kepedihan Mami karena kehidupan Robert yang demikian menyakitkan. Perkosaan, cinta pertama yang aneh dan seorang pacar laki-laki yang posesif.