Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Bab 27

1 Juli 2025   13:21 Diperbarui: 2 Juli 2025   18:33 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Novel Superhero Indonesia: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara"

Bab 27: Amukan Sang Laksamana

Sebelum lanjut, baca Prolog Bagian 1, Bab 1, Bab 2, Bab 3 , Bab 4, Bab 5, Bab 6, Bab 7, Bab 8, Bab 9, Bab 10, Bab 11, Bab 12, Bab 13, Bab 14, Bab 15, Bab 16, Bab 17, Bab 18, Bab 19, Epilog Bagian 1, Prolog Bagian 2, Bab 20, Bab 21, Bab 22, Bab 23, Bab 24, Bab 25, dan Bab 26.

Tidak ada waktu untuk berpikir. Tidak ada waktu untuk menyusun strategi. Saat puluhan ujung panah itu berkilauan di tengah kabut, hanya ada insting.

"MERUNDUK!" raung Tanah.

Saat panah-panah itu melesat dengan desingan mematikan, ia tidak mencoba membuat dinding dari dasar laut yang jauh di bawah. Ia menghentakkan kakinya dengan kekuatan penuh ke lantai perahu cadik yang mereka tumpangi. KRAKKK! Dengan suara kayu yang mengerang protes, papan-papan kayu di sisi kiri dan kanan perahu itu menebal secara tidak wajar, melengkung ke atas dalam sekejap, membentuk dua perisai kayu darurat yang kokoh. THUD-THUD-THUD-THUD! Lusinan panah menghantam perisai itu, ujung-ujungnya yang tajam tertanam dalam di kayu yang diperkuat sihir Tanah, hanya beberapa senti dari kepala para pahlawan kita. Pak Wirya menjerit ngeri, meringkuk di dasar perahu.

Perlindungan itu tidak akan bertahan lama. "Kita harus memisahkan mereka!" teriak Gayatri.

Api, yang berjongkok di samping Tanah, menggeram. Matanya berkilat marah. Ia tidak bisa membakar kapal-kapal itu, tapi ia bisa membakar para penumpangnya. Ia melompat berdiri, dan alih-alih menembakkan seberkas api, ia menyapukan tangannya dalam busur lebar. Sebuah gelombang api biru yang menyala-nyala menyapu geladak kapal di sebelah kanan mereka. Api itu tidak merusak kayu yang terlindungi sihir, tetapi panasnya yang luar biasa memaksa para pemanah di atasnya untuk menjerit dan melompat mundur, formasi mereka pecah berantakan.

Di saat yang sama, Gayatri mengarahkan serangannya ke kapal di sebelah kiri. Ia tidak memanggil badai. Ia mengumpulkan angin, memadatkannya menjadi bilah-bilah tak kasat mata, dan melepaskannya. Terdengar serangkaian bunyi tring-tring-tring yang aneh saat bilah-bilah angin itu memotong tali-tali busur para pemanah, membuat senjata mereka tak berguna.

Melihat kesempatan itu, Tirta bangkit. Matanya menyala biru, dan lautan di sekeliling mereka merespons panggilannya. Bukan sebuah pusaran air, melainkan dua gelombang raksasa yang bangkit dari kedua sisi, mendorong kedua kapal hitam itu menjauh dari perahu kecil mereka dengan kekuatan yang dahsyat. Kapal-kapal itu terdorong mundur, sementara perahu cadik mereka sendiri terombang-ambing dengan ganas di atas riak air yang tersisa.

Gelombang itu menciptakan kekacauan yang mereka butuhkan, tetapi juga membawa konsekuensi. Saat perahu mereka terangkat tinggi lalu jatuh dengan keras, Api kehilangan pijakannya. Dengan sebuah teriakan kaget, ia terlempar ke arah salah satu kapal hitam yang sedang berguncang.

"API!" teriak Tanah. Tanpa berpikir dua kali, ia melompat dari perahu mereka, mendarat dengan keras di geladak kapal musuh yang licin, tepat di antara Api dan sekelompok prajurit hitam yang mulai pulih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun