Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Bab 5

3 Juni 2025   13:36 Diperbarui: 4 Juni 2025   15:53 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Novel Superhero Indonesia: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara"

Bab 5: Pertemuan di Gua Langit

Sebelum lanjut, sudah baca Prolog, Bab 1, Bab 2, Bab 3 , dan Bab 4 belum?

Takdir, seperti sungai yang mengalir menuju muara, memiliki cara sendiri untuk mempertemukan aliran-aliran yang terpisah. Keempat anak muda dengan kekuatan tak terduga itu, Tanah, Api, Angin, dan Tirta, masing-masing terlempar dari kehidupan normal mereka oleh pusaran nasib yang kejam. Kini, sebuah tangan tak terlihat mulai menarik benang-benang takdir mereka menuju satu titik pertemuan: Gua Langit, sebuah tempat keramat yang tersembunyi di jantung perbukitan Priangan, tempat para leluhur Kerajaan Sunda Agung bermeditasi mencari wangsit.

Proses pemanggilan mereka bukanlah perkara mudah; Pangeran Arya Wirasakti, yang kini hidup dalam bayang-bayang dendam dan harapan tipis, mengutus para abdi kepercayaannya untuk menjemput keempat anak istimewa tersebut. Setiap pertemuan adalah pergulatan emosi yang menguras.

Di Desa Ciptagelar yang masih berduka, utusan Pangeran Wirasakti menemukan Tanah sedang duduk termangu di depan makam ayahnya. Awalnya, Tanah menolak. Trauma kehilangan dan ketakutan akan kekuatan yang baru disadarinya membuatnya ingin menarik diri dari dunia. Namun, sang utusan, seorang pria tua bijaksana dengan sorot mata penuh pemahaman, berbicara tentang harapan, tentang tanah yang merintih, dan tentang bagaimana kekuatan Tanah mungkin adalah jawaban. Dengan berat hati, dan demi ingatan akan keberanian ayahnya, Tanah akhirnya setuju.

Api, yang bernama asli Dewi Kirana, ditemukan di sebuah desa nelayan kecil di pesisir utara, masih dalam pelarian setelah insiden di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ia penuh curiga dan menolak mentah-mentah ajakan utusan Wirasakti, seorang prajurit wanita berwajah keras namun adil. Kirana tak ingin lagi terikat pada bangsawan dan politik mereka. Namun, ketika sang prajurit wanita itu menyebut nama Kapten Willem van der Kraan dan kehancuran yang terus ditebarnya, bara dendam di hati Kirana kembali menyala. Perjuangan melawan VOC, bukan kepatuhan pada seorang Pangeran, yang akhirnya membuatnya mempertimbangkan undangan itu, meski dengan syarat ia tak akan tunduk pada perintah siapa pun.

Angin, alias Sari, dijemput dari Pasar Dayeuhkolot. Setelah insiden angin ribut yang tak sengaja diciptakannya, ia dan Nyai Ratna hidup dalam kewaspadaan. Utusan Pangeran, seorang pemuda pendiam yang bergerak secepat bayangan, mendekati Nyai Ratna lebih dulu. Pembicaraan mereka berlangsung tertutup, namun Angin bisa melihat kegelisahan yang mendalam di mata ibu angkatnya. Akhirnya, dengan air mata dan pelukan erat, Nyai Ratna meyakinkan Angin untuk pergi, mengatakan bahwa ini adalah jalan takdir yang tak bisa dihindari. Bekalnya adalah sebuah kalung pusaka pemberian ibunya dan sebongkah rasa takut akan kehilangan kebebasan yang baru ia rasakan.

Sementara itu, Tirta, sang pengembara laut, ditemui di sebuah pantai terpencil di selatan, sedang memandang matahari terbenam dengan tatapan kosong. Utusan Wirasakti, seorang nelayan tua yang dihormati karena pengetahuannya tentang laut dan mistisisme, mendekatinya dengan penuh hormat. Tirta, yang telah dikhianati dan diusir oleh kaumnya sendiri, sangat skeptis. Ia mempertanyakan motif Wirasakti, curiga bahwa ia hanya akan dimanfaatkan. Namun, sang nelayan tua berbicara tentang keseimbangan alam yang terganggu, tentang laut yang berduka karena keserakahan manusia, dan tentang bagaimana kekuatan Tirta mungkin bisa memulihkannya. Pergulatan batin yang hebat terjadi dalam diri Tirta sebelum ia akhirnya mengiyakan, lebih karena rasa tanggung jawabnya pada laut daripada pada panggilan seorang pangeran.

Perjalanan menuju Gua Langit terasa berbeda bagi masing-masing dari mereka. Tanah merasakan getaran bumi yang seolah menuntunnya, Api merasakan panas yang membara dalam dirinya semakin kuat seiring langkahnya, Angin merasa bisikan angin di telinganya semakin jelas, dan Tirta merasakan tarikan arus gaib dari dalam tanah yang mengingatkannya pada kekuatan laut.

Akhirnya, satu per satu, mereka tiba di depan mulut Gua Langit. Gua itu tersembunyi di balik air terjun yang megah, tirai airnya seolah menjadi gerbang menuju dunia lain. Udara di sekitarnya terasa sejuk dan sakral. Di dalam gua, cahaya temaram dari beberapa obor menerangi dinding-dinding batu yang dipenuhi relief kuno dan stalaktit yang menjuntai seperti taring raksasa. Suara gemericik air dan keheningan yang khusyuk mendominasi.

Di tengah ruangan gua yang luas, Pangeran Arya Wirasakti telah menunggu. Sosoknya tegap meski terlihat lelah, wajahnya menanggung beban kesedihan dan dendam yang mendalam. Jubah gelapnya menyapu lantai batu. Di matanya, terpancar api semangat yang belum padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun