Selain itu, hakim diwajibkan berusaha mendamaikan para pihak, terutama dalam perkara perceraian. Hal ini menunjukkan bahwa hakim di pengadilan agama tidak hanya berperan sebagai "penyelesai konflik", tetapi juga sebagai penjaga harmoni keluarga dan masyarakat.
e. Panitera dan Jurusita
Selain hakim, aparat lain yang berperan penting adalah panitera dan jurusita.
Panitera berfungsi sebagai pejabat administrasi yang mencatat semua jalannya perkara, menyusun berita acara, dan mengelola dokumen persidangan. Tanpa panitera, jalannya persidangan akan kehilangan bukti administratif.
Jurusita bertugas menyampaikan panggilan sidang, melaksanakan sita, dan menjalankan putusan pengadilan. Peran jurusita sangat penting karena keberhasilan eksekusi putusan bergantung pada pelaksanaannya di lapangan.
Penulis menekankan bahwa tanpa panitera dan jurusita, pengadilan tidak bisa menjalankan tugasnya secara efektif. Mereka adalah tangan kanan hakim yang membuat proses persidangan berjalan sesuai prosedur.
f. Simbol-Simbol Peradilan
Penulis juga menyinggung simbol-simbol yang ada di pengadilan agama, seperti palu hakim, toga, lambang negara, hingga tata ruang sidang. Simbol-simbol ini bukan sekadar hiasan, tetapi mencerminkan wibawa peradilan. Misalnya, pembacaan putusan harus dilakukan di ruang sidang terbuka dengan lambang Garuda di belakang majelis hakim, sebagai tanda bahwa putusan tersebut dikeluarkan atas nama negara.
g. Kesimpulan Unsur-Unsur
Dari seluruh unsur ini, penulis ingin menunjukkan bahwa hukum acara peradilan agama tidak berdiri di ruang hampa. Ia adalah sebuah sistem yang terdiri dari perkara, para pihak, objek sengketa, dan aparat peradilan yang saling berinteraksi. Tanpa unsur-unsur ini, hukum acara tidak akan pernah hidup.
Selain itu, penulis juga menekankan bahwa unsur-unsur ini bukan sekadar teknis, tetapi juga sarat makna. Misalnya, peran hakim yang bukan hanya menjalankan hukum, tetapi juga mengemban amanah keadilan. Atau peran jurusita yang memastikan hukum benar-benar menyentuh masyarakat. Semua ini menjadikan hukum acara peradilan agama sebagai sebuah sistem yang utuh dan bernyawa.