Surat atau dokumen tertulis (akta otentik, akta di bawah tangan).
Saksi (minimal dua orang saksi sesuai asas unus testis nullus testis).
Pengakuan dari pihak lawan.
Sumpah yang diminta oleh hakim atau diajukan salah satu pihak.
Petunjuk atau bukti lain yang diperoleh dari persidangan.
Dalam perkara perdata agama, saksi sering menjadi alat bukti utama, misalnya dalam kasus perceraian, saksi tentang adanya perselisihan rumah tangga sangat menentukan.
e. Putusan Hakim
Setelah tahap pembuktian selesai, majelis hakim memasuki rapat musyawarah untuk menyusun putusan. Penulis menjelaskan bahwa putusan harus memuat bagian formal (identitas, duduk perkara), pertimbangan hukum, dan amar putusan.
Putusan dibacakan di sidang terbuka, kecuali untuk perkara perceraian yang dilakukan tertutup. Amar putusan harus jelas, tegas, dan dapat dilaksanakan. Hakim juga wajib memulai putusan dengan basmalah dan menutupnya dengan frasa "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Jenis putusan bisa berupa:
Putusan deklaratif (menyatakan sesuatu, misalnya sah atau tidak sahnya perkawinan).