Kau mungkin tak pernah tahu. Saat larut malam aku masuk ke kamarmu. Diam-diam mencium keningmu atau mengusap rambutmu. Juga berlama-lama memandang wajahmu yang tertidur pulas. Bagimu, usia SMP bukan lagi anak-anak. Padahal, kau anakku!
"Aku mau beli ponsel, Yah! Tapi, uang di tabungan kurang!"
Aih, kau pasti tak tahu. Aku semakin takut mendengar permintaan itu. Bukan tentang uang! Tapi, akan bertambah kesibukanmu. Tak mungkin kutolak, kan? Ketika kulihat temanmu selalu memainkan benda itu, setiap kali bertamu.
Aku bahagia, kau tak langsung meminta. Tapi menyisihkan uang jajan yang kau punya. Kau mengenal baik caraku, dan aku akan memenuhi permintaanmu.
"Untuk tugas sekolah, Yah! Apalagi..."
Kukira, tak perlu kau ajukan alasanmu tentang kegunaan benda itu. Namun, aku semakin cemas! Keberadaan ponsel itu, semakin banyak memangkas peluang dan kesempatanku bersamamu.
Dan itu tak perlu kubuktikan lagi. Sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi, benda itu melekat erat di tubuhmu.
Kau lebih panik kehilangan sinyal daripada melihatku yang terlambat pulang ke rumah. Wajahmu begitu memelas kehabisan kuota, dari pada rasa bersalah dimarah karena melalaikan tugas sekolah.
Wajahmu pun mulai terlihat jengkel dan merasa terganggu, ketika aku butuh bantuan. Sebab kau sedang asyik bermain game online, atau sedang menunggu balasan pesan dari teman-temamu. Terkadang juga iba, melihatmu serius menatap ponsel bergantian dengan buku-buku pelajaran yang bertebaran di sekitarmu.
Aku semakin khawatir, ketika tahu, kau sudah memiliki beragam media sosial. Namun bersyukur, kau tak malu berteman dan berinteraksi denganku di dunia maya. Adakalanya, aku merasa kita lebih dekat di dunia maya, dibandingkan di dunia nyata.
Sebentar lagi, tujuh belas tahun usiamu.