"Ca! Ica! Dicari sama tukang becak di depan!"
Ica baru saja memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Bel sekolah tanda pelajaran usai baru saja berbunyi. Ia menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Tukang becak? Tukang becak siapa?" Ica bertanya kepada sahabatnya Rima yang sudah tidak sabar menunggunya di depan kelas.
"Mana kutahu. Ya tukang becak. Perlu aku tanya dulu siapa namanya?" Rima ganti bertanya kepada Ica.
"Eh, ga usah. Ga usah, Rim. Biar aku langsung lihat saja ke depan. Terima kasih ya!" Ica pun langsung bergegas. Berjalan dengan cepat menuju gerbang sekolah, meninggalkan Rima di belakangnya yang masih penasaran.
"Selamat siang Tuan Puteri. Kereta kencana sudah menunggumu dari tadi." Sapa Adi di samping becaknya sambil membungkukkan badan dengan gaya menghormat dan tersenyum lebar.
"Adi? Kok ada di sini?" Ica terkaget-kaget. Ia tak menyangka akan menemui Adi di depan gerbang sekolahnya siang itu.
"Gimana kalau kita ngobrolnya sambil jalan pulang? Nanti Bu Sukma terlalu lama menunggumu di rumah." Sahut Adi sambil mempersilakan Ica naik ke becaknya.
Ica mengangguk dan mereka berdua segera berlalu dari tempat itu menuju perjalanan pulang ke rumah Ica. Banyak pasang mata mengikuti kepergian mereka. Beberapa dari mereka berbisik-bisik membicarakan kejadian yang baru saja mereka saksikan di depan gerbang sekolah.
"Oh ya Ca, ada salam dari ayah dan ibuku. Mereka amat berterima kasih karena kemarin kamu sudah memberitahukan Bu Sukma atas kondisi ayahku. Sehingga ayahku bisa berobat ke dokter tanpa memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. Keluarga kami sungguh berhutang budi pada keluargamu, Ca." Ucap Adi dengan penuh rasa syukur yang paling dalam.