Rizal tak menjawab, tapi kediamannya sudah bisa dia artikan oleh temannya bahwa itu benar. Mungkin masalah seperti itu memang sudah menjadi rahasia umum, jadi mudah di tebak.
"Daripada bengong, ikut gue narik aja yuk. Si Darto lagi pulang kampung Nih,"
Panjul dan Darto memang berasal dari Indramayu, mereka merantau ke Jakarta 7 tahun lalu. Sempat tidak tahu mau kerja apa setelah di tolak sono-sini lamaran kerjanya, lalu mereka bertemu Rizal dan Ito. Ito yang kebetulan memang supir angkot, usianya sudah 40 tahun sekarang, biasanya Rizal memang nggantiin mang Ito narik kalau pria itu sedang sakit atau pulang kampung. Kalau lagi nggak bisa narik ya ngamen, kalau nggak ya...kembali ke profesi semula, nyopet.
"Aduh...gue lagi nggak napsu nih!"
"O iya...gue lupa. Duit loe udah banyak kali ya, jadi supir kongklomerat!"
Rizal sedikit cemberut di sindir seperti itu, "gue cuma lagi nggak konsen aja, Njul!" tukasnya. "Oh iya, ngomong-ngomong...kok gue nggak lihat Tian sama teman-temannya?"
"Ceritanya panjang Jal, gue juga nggak yakin loe mau denger!"
Rizal mendengus kesal, "itu sih kata-kata gue!" Panjul tertawa.
* * *
Ivana menangis di samping putranya yang terbaring, ternyata luka di dahi Nino cukup serius. Bahkan Nino harus di rawat di rumah sakit, untuk keterangan lebih lanjut tentang apakah ada trauma yang bisa berakibat fatal masih harus menunggu hasil x-ray. Tapi untungnya sih tidak sampai kritis.
"Aku tahu aku sering berbicara kasar pada istrimu, dan mungkin kata-kataku menyakitinya. Tapi jika dia mau membalas, haruskah dia melakukannya pada putraku?" seru Ivana pada Nicky yang berdiri di kaki ranjang menatap bocah balita itu.