Bab 7
Hari itu, Zyra dan Giselle sedang membersihkan ruang OSIS karena dapat tugas piket dadakan. Rafa yang awalnya ogah-ogahan ikut, akhirnya datang juga---karena "diseret" oleh Zyra dengan bujukan klasik: "Kalo kamu nggak datang, aku nyanyi lagu favorit aku keras-keras di kelas."
Ruang OSIS penuh debu dan berantakan. Saat Giselle sibuk nyapu, Zyra membuka laci lemari tua yang nyaris rusak. Tangannya menyentuh sesuatu yang tipis dan berdebu.
"Buku apa nih?" gumamnya.
Ia mengangkat sebuah buku harian lusuh, dengan sampul cokelat tua dan nama yang sudah hampir pudar tertulis di depannya: Amara.
"Coba lihat ini deh," panggil Zyra.
Giselle mendekat, begitu juga dengan Rafa.
Mereka membuka halaman pertama. Tulisan tangan rapi tapi penuh emosi mengisi tiap halaman. Ada curahan hati tentang kesepian, tekanan belajar, rasa tidak dianggap, dan... sebuah kalimat yang membuat mereka semua terdiam:
"Aku ingin menghilang. Mungkin, jika aku tak ada, sekolah ini akan merasa lega."
Zyra menatap Rafa, matanya membelalak. "Kamu pikir... ini ada hubungannya?"
Rafa mengangguk pelan. "Amara. Aku pernah dengar nama itu. Katanya dulu dia siswa teladan di sini. Tapi... katanya dia---"