Teknologi digital seperti e-filing, big data, dan sistem integrasi perpajakan berbasis kecerdasan buatan (AI) sangat membantu efisiensi dan pengawasan. Namun, teknologi hanya akan efektif jika dibarengi dengan integritas moral. Oleh karena itu, digitalisasi harus didesain bukan hanya untuk efisiensi teknis, tetapi juga untuk memperkuat kepercayaan.
Penerapan teknologi pajak berbasis blockchain, transparansi anggaran daring, dan audit publik berbasis komunitas adalah contoh langkah yang memperkuat akuntabilitas dan partisipasi warga.
Menuju Etika Fiskal Nasional
Etika fiskal nasional perlu dirumuskan sebagai fondasi budaya pajak Indonesia ke depan. Ini mencakup:
Pemahaman kolektif bahwa pajak adalah fondasi negara beradab.
Pajak adalah wujud cinta tanah air yang konkret.
Keadilan fiskal bukan hanya tentang distribusi beban, tetapi juga tentang distribusi manfaat.
Weber percaya bahwa tindakan sosial hanya bisa bertahan jika ditopang oleh nilai-nilai yang diyakini bersama. Oleh karena itu, pajak harus dibingkai dalam narasi moral yang kuat, bukan hanya dalam bahasa teknokratis.
Bab V: Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis
Kesimpulan Umum
Tulisan ini telah menunjukkan bahwa persoalan rendahnya tax ratio di Indonesia bukan hanya soal ekonomi dan kebijakan fiskal, tetapi juga mencerminkan krisis etika sosial, lemahnya otoritas rasional-legal, serta absennya nilai-nilai kolektif tentang kewajiban terhadap negara. Dengan merujuk pada pemikiran Max Weber, khususnya dalam "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism," kita memahami bahwa kapitalisme modern dan sistem perpajakan yang sehat memerlukan fondasi moral berupa etos kerja, tanggung jawab individu, dan kepercayaan terhadap negara.