Dalam budaya Jerman, membayar pajak dianggap sebagai kewajiban moral dan bukti partisipasi dalam membangun negara. Hal ini sesuai dengan etika Protestan yang menekankan tanggung jawab individu dan kesetiaan terhadap aturan.
3. Jepang dan Korea Selatan: Budaya Kolektif dan Kepatuhan
Kedua negara ini menunjukkan bahwa meskipun tidak berbasis Protestan, nilai-nilai seperti kedisiplinan, loyalitas, dan rasa tanggung jawab sosial mampu menghasilkan kepatuhan pajak yang tinggi. Tax ratio di Jepang mencapai sekitar 32%, sementara Korea Selatan mendekati 27%.
Nilai kolektif dalam masyarakat Asia Timur mendorong warga untuk taat demi stabilitas sosial. Di sinilah Weber menginspirasi reinterpretasi: tidak hanya etika Protestan yang bisa mendorong kapitalisme etis, tetapi setiap sistem nilai yang mendorong tanggung jawab individual terhadap kolektif dapat menghasilkan efek serupa.
4. India dan Brasil: Ketimpangan dan Krisis Kepercayaan
Sebaliknya, India dan Brasil merupakan contoh negara besar dengan tax ratio rendah (kisaran 10–15%). Kedua negara menghadapi tantangan serupa dengan Indonesia: ketimpangan ekonomi yang tinggi, birokrasi yang lemah, dan rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah.
Masyarakat kelas atas kerap menggunakan celah hukum untuk menghindari pajak, sementara masyarakat kelas bawah merasa tidak mendapat manfaat. Dalam konteks Weberian, hal ini menunjukkan kegagalan negara dalam membentuk otoritas rasional-legal dan kegagalan masyarakat dalam mengembangkan tindakan sosial yang berbasis nilai.
5. Indonesia: Kompleksitas Budaya dan Fragmentasi Etika
Indonesia memiliki keragaman budaya, agama, dan sistem sosial yang sangat kompleks. Tidak ada satu sistem nilai dominan yang mengarahkan perilaku ekonomi secara konsisten. Dalam hal ini, pajak seringkali tidak diinternalisasi sebagai bagian dari etika sosial atau spiritual.
Pendidikan pajak di Indonesia masih bersifat prosedural, bukan etikal. Negara pun belum mampu menunjukkan teladan birokrasi yang bersih dan profesional. Dalam situasi seperti ini, Weber akan melihat Indonesia sebagai negara yang masih berada dalam transisi antara otoritas tradisional dan otoritas rasional-legal.