Mohon tunggu...
salsabila afra aulia hesasy
salsabila afra aulia hesasy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Book Hukum Waris Perspektif Islam dan Adat ( Dr. Maimun, S.Ag., M.H.I)

2 Maret 2024   18:03 Diperbarui: 2 Maret 2024   18:06 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh :  Salsabila Afra Aulia Hesasy (222121136)

- Abstract: 

    Dalam pernikahan tidak mungkin jika selalu abadi didunia ini, pernikahan dapat dipisahkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kematian. Jika terjadi kematian pastinya akan ada sesuatu yang ditinggalkan yaitu keluarga maupun harta. Lalu bagaimana pembagian harta tersebut? Pembagian harta tersebut melalui kewarisan dan harta yang disebut adalah harta waris yang nantinya harus dibagi kepada yang berhak. Ada beberapa klasifikasi yang berhak menerima harta warisan. Baik harta yang harus diberikan ataupun harta sisa.

     Dalam pembagian harta waris harus memperhatikan beberapa hal agar nantinya harta tersebut dapat dibagikan oleh ahli waris, yang harus diperhatikan yaitu pertama, pengurusan mayit tidak perlu berlebihan dalam mengurus mayit yang penting sesuai dengan syariat islam, jika harta pewaris sudah habis maka tidak adalagi harta yang diturunkan. Kedua, pelunasan hutang, sebelum harta waris dibagikan lihat dahulu apakah si pewaris memiliki hutang jika ia memiliki hutang maka wajib baginya untuk membayar hutangnya terlebih dahulu. Ketiga, harta yang diwasiatkan. Keempat, pembagian sisa harta waris.

 Keywords: waris; harta; pewaris; meninggal.

- Introduction


  Dalam buku hukum waris perspektif islam dan adat karya Dr. Maimun,S.Ag., M.H.I membahas tentang waris mulai dari sejarah, pengertian, tujuan, orang yang berhak mendapatkan warisan dan sebagainya adapun pengertian waris secara etimologis mawaris adalah peninggalan, berpindahnya atau beralih nya harta kepada pewaris dan dapat berbentuk harta, ilmu, kemuliaan dan lainnya. Ware sendiri sama dengan faroid yang mana bermakna bagian-bagian yang sudah ditentukan. Kemudian secara terminologis waris atau kewarisan adalah suatu proses berpindahnya kepemilikan dari seseorang kepada orang lain atas sebab kematian. Adapun kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan harta bergerak maupun harta yang tidak bergerak, dan juga dapat berupa hak-hak yang belum berwujud harta dan masih dapat dipindahkan kepemilikannya kepada keturunan atau generasi berikutnya masih hidup.

    Tujuan waris adalah Mengatur hak dan kewajiban keluarga yang telah ditinggal meninggal, Menjaga harta warisan agar sampai kepada seseorang yang berhak menerima harta tersebut, Menjaga keberlanjutan harta dalam setiap generasi, Menghindari perebutan atau sengketa harta waris dan Sebagai sarana distribusi ekonomi.

BAGIAN 1

PENGERTIAN, TUJUAN, URGENSI, SUMBER, ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM 

- Pengertian

    Di dalam Islam hukum waris telah diatur secara terperinci yang bersumber dari Alquran dan juga hadis, walaupun bersumber dari Alquran dan hadis tetapi tetap ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam cara pembagian kewarisan. Dan yang biasanya menjadi perdebatan adalah siapa yang berhak, dan jumlah bagian sesuai dengan pandangan tradisi dan kearifan lokal. Oleh sebab itu penerapan hukum waris Islam di Indonesia sendiri selalu memunculkan hal baru yang berkelanjutan di kalangan para ulama atau pemikiran hukum islam. Hukum waris oleh para hakim sudah dijadikan sebagai hukum positif untuk memutuskan perkara yang ada di pengadilan agama. 

     Secara etimologis mawaris adalah peninggalan, berpindahnya atau beralih nya harta kepada pewaris dan dapat berbentuk harta, ilmu, kemuliaan dan lainnya. Ware sendiri sama dengan faroid yang mana bermakna bagian-bagian yang sudah ditentukan. Kemudian secara terminologis waris atau kewarisan adalah suatu proses berpindahnya kepemilikan dari seseorang kepada orang lain atas sebab kematian. Adapun kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan harta bergerak maupun harta yang tidak bergerak, dan juga dapat berupa suatu hak yang wujudnya belum menjadi harta dan kepemilikannya dapat dipindahkan kepada keturunan atau enerasi berikutnya yang belum meninggal/masih hidup .

- Tujuan

Hukum kewarisan Islam hadir untuk mewujudkan kemaslahatan seorang hamba dalam mengelola kepemilikan hartanya, adapun tujuannya ialah: 

Mengatur hak dan kewajiban keluarga yang telah ditinggal meninggal.

Menjaga harta warisan agar sampai kepada seseorang yang berhak menerima harta tersebut.

Menjaga keberlanjutan harta dalam setiap generasi

Menghindari perebutan atau sengketa harta waris

Sebagai sarana distribusi ekonomi

- Urgensi

   Setidaknya terdapat dua hal penting dalam ilmu pewarisan Islam, ilmu kewarisan Islam merupakan ilmu yang sangat penting dan sangat berperan dalam hidup seorang muslim. Ilmu kewarisan islam dalam bidang syariat adalah hal yang penting dan juga mendapatkan perhatian besar dati Allah SWT maupun dari nabi Muhammad SAW. Perhatian yang dimaksud adalah dalam hal penyampaian dan penetapan terhadap hukum kewarisan Islam yang tidak seperti dengan penetapan hukum-hukum yang lain.

- Sumber hukum

Q.S an-nisa ayat 7, an-nisa ayat 11, an- nisa ayat 12 dan an-nisa ayat 176. Dan masih banyak lagi sumber hukum tentang kewarisan

- Asas- asas

a. Asas ijbari : proses peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris berlaku secara otomatis atau langsung dengan kehendak Allah.

b. Asas bilateral : proses waris mewarisi terjadi melalui dua garis keturunan

c. Asas individual: harta warisan dibagi dan untuk dimiliki secara individual

d. Asas proporsional : harta waris dibagi sesuai dengan kebutuhan masing-masing ahli waris.

e. Asas sebab adanya kematian : peralihan harta dari yang memiliki harta kepada ahli waris terjadi setelah meninggalnya orang yang punya harta.

BAGIAN 2

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM KEWARISAN ISLAM

- Kewarisan pra islam

    Masa Romawi kuno dalam sistem kewarisan (sebelum kedatangan islam) dilihat dari pergantian kekuasaan yang dipilih oleh pewaris secara langsung dilihat dari kekuatan dan berkompeten untuk memikul kewajiban dan hak yang nantinya akan diserahkan kepadanya. Yang mendapatkan harta waris tersebut adalag orang yang dianggap memiliki kemampuan untuk berperang dan melindungi keluarga dari serangan yang tidak diinginkan, dan selain kerabat kandung boleh memiliki harta tersebut. 


 Sebab sistem ke warisan pada masa arab jahiliyah sebelum datangnya Islam adalah karena: 

1. Sebab kekerabatan ( al qarabah )

    Kekerabatan pada masyarakat arab jahiliyah terbatas yaitu hanya untuk lelaki dewasa yang fisiknya kuat, pandau menggunakan senjata dan juga dapat berperang. Dan anak laki-laki serta perempuan tidak akan mendapatkan harga warisan kecuali mereka dapat menunggang kuda dan dapat menggunakan pedang, dan mampu untuk merampas harta perang

2. Adopsi anak ( al-tabanni)

      Adopsi anak sering dilakukan oleh masyarakat arab jahiliah bahkan sudah menjadi tradisi. Anak yang diadopsi adalag seseorang laki-laki yang diangkat menjadi anak angkat saat ia sudan dewasa. Dan akan diperlakukan seperti anak kandung sendiri dan anak tersebut berhak untuk mendapatkan harta warisan apabila dia dapat berperang dan dapat bertanggung jawab atas keluarganya untuk menghidupi keluarga.

3. Perjanjian dan sumpah setia ( al- muaqadah wa al-muhafalah )

     Janji atau sumpah setia di sini adalah dua orang atau kelompok dan suku tertentu saling mengikat sumpah Dan janji untuk menolong satu sama lain baik saat kondisi damai maupun perang.


- Kewarisan pada masa awal islam

Kewarisan pada masa awal islam terangkum sebagai berikut :

1. Kekerabatan ( al qarabah)

        Kekerabatan adalah salah satu faktor harta waris baik sebelum Islam datang maupun sesudah Islam datang. Adapun perbedaan saat zaman jahiliyah serta pada masa awal Islam adalah pembagian harta waris terhadap hak-hak perempuan yang mana pada saat zaman jahiliyah anak perempuan tidak mendapatkan bagian dari orang tuanya sedangkan pada zaman awal Islam anak perempuan mendapatkan hak-haknya berupa harta warisan dari orang tuanya.

2. Perjanjian dan sumpah setia

     Orang yang terikat oleh sebuah janji dengan orang yang meninggal maka akan mendapat bagian jika tiga kelompok ahli waris sudah terpenuhi haknya dan masih ada sisa bagian dari harta waris tersebut 

3. Adopsi anak

     Anak yang diadopsi dengan anak kandung tidak bisa disamakan. Jadi untuk harta warisan anak adopsi tidak mendapatkan kewarisan.

4. Sebab ikut hijrah dari makkah kemadinah

      Pada saat itu tidak semua umat Islam mau berhijrah ke yatsrib kemudian nabi memiliki strategi agar mereka mau berhijrah yaitu dengan menjadikan sebab ikut hijrah dari Makkah ke Madinah sebagai penyebab untuk mewarisi.

5. Ikatan persaudaraan

    Sering berjalannya waktu kau Muhajirin dan kaum Anshar memiliki hubungan persaudaraan yang sangat erat, persaudaraan tersebut dibangun atas dasar agama dan tolong-menolong. dan nabi berinisiatif untuk mengikat persaudaraan mereka nabi menjadikan Mereka bersaudara dan menjadikan persaudaraan itu sebagai penyebab saling mewarisi.


- Kewarisan setelah islam berkembang sampai sekarang

1. Hubungan kekerabatan

    Hubungan darah menjadi penyebab atau faktor dari kewarisan, seorang ibu yang melahirkan anak maka anak tersebut adalah darah daging dari ibu tersebut dan tidak susah untuk menentukan apakah anak itu berhak atau tidak menjadi seorang ahli waris. Kemudian bagaimana cara mengetahui agar anak tersebut adalah anak kandung dari seorang laki-laki? Dengan cara Ayah cukup mengucapkan akad nikah kepada perempuan tersebut dan dari akad tersebut laki-laki dan perempuan tersebut berhubungan suami istri serta menghasilkan percampuran antara kedua bibit mereka dan lahirlah seorang anak.

2. Hubungan perkawinan 

    Seorang istri berhak mendapatkan harta waris apabila suaminya meninggal dunia. Tetapi hubungan perkawinan mereka harus disertakan dengan akad nikah yang jelas sesuai dengan hukum agama Islam.

3. Hubungan memerdekakan budak

    Hubungan persaudaraan dikarenakan memerdekakan budak oleh seseorang yang memiliki harta. Tuan yang memerdekakan berhak untuk mewarisi harta hambanya jika budak tersebut meninggal dan tidak memiliki ahli waris. Tapi jika kita melihat di zaman sekarang memerdekakan budak adalah peristiwa yang jarang terjadi karena di masa sekarang ini jarang sekali perbudakan.

4. Hubungan agama

    Jika seseorang meninggal dunia tetapi tidak memiliki ahli waris maka harta tersebut boleh untuk diwarisi kepada saudara seiman dan seagama.

BAGIAN 3

UNSUR-UNSUR DAN SYARAT KEWARISAN

- Unsur-unsur kewarisan yaitu :

1. Pewaris ( al-muwarith )

    Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat dialihkan atau beralih kepada keluarganya yang berhak dan masih hidup.

2. Ahli waris ( al-warith)

Persyaratan-persyaratan ahli waris : 

a. Ahli waris dalam keadaan hidup ketika pewaris sudah meninggal dunia 

b. Tidak terdapat halangan secara hukum untuk menerima warisan. Halangan yang menyebabkan gugurnya ahli waris adalah pembunuh pewaris, beda agama, terkait perbudakan, dan yang masih diperselisihkan kewarganegaraannya

c. Ahli waris tidak termasuk dalam daftar ahli waris yang terhalangl oleh ahli waris yang lebih dekat.


3. Harta waris (al-mirath)

    Unsur harta waris merupakan unsur yang sangat penting bahkan lebih penting dari pewaris dan ahli waris Karena tanpa adanya harta waris maka tidak akan terjadi kewarisan. Dan persyaratan harta yang dapat diwariskan adalah harta peninggalan yang sudah bersih dari hutang-hutang pewaris, biaya pengurusan jenazah pewaris, biaya masa sakit, dan pelunasan hutang-hutang dan harta waris dapat dikurangi apabila pewaris melakukan wasiat sebelum meninggal dunia. Adapun hak-hak yang harus dipenuhi atas ciri khas seseorang antara lain sebagai berikut :

a. Pengurusan mayit

    Ulama sepakat bahwa untuk mengurusi si mayit merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang yang masih hidup dengan hukumnya adalah fardu kifayah. Dan pembiayaan pengurusan jenazah itu dapat diambilkan dari peninggalan mayit dengan kadar yang normal tidak terlalu berlebihan atau tidak terlalu pelit selama hartanya masih cukup. Untuk pengurusan jenazah sendiri yang wajib dilakukan menurut syariat Islam adalah mengkafani, mensholati, mengantar ke kubur sekaligus menguburkan secara layak sesuai dengan syariat Islam.

b. Pelunasan hutang jika ada 

    Hutang hutang adalah tanggungan akibat pinjaman ataupun jual beli. Dan hutang wajib dibayar kepada sesama manusia atau dapat disebut juga sebagai hutang hakiki, dan adapun hutang majazi yaitu hutang yang harus dibayar kepada Allah. Dalam hal hutang mana dahulu yang harus dibayar para ulama memiliki perbedaan pendapat. adapun ulama Hanafiah berpendapat bahwa yang harus dibayar adalah hutang hakiki terlebih dahulu, karena hubungan manusia saat manusia ketika sudah meninggal maka gugur segala hutang piutang yang belum terbayar kepada Allah maka kewajibannya sudah gugur dan urusan yang belum dilakukan diserahkan kepada Allah di akhirat kelak, dan ulama Hanafiah mendahulukan hak-hak sesama manusia karena hutang kepada sesama manusia itu lebih dibutuhkan oleh yang memberi hutang sementara Allah tidak membutuhkannya. Dan ulama Hambali berpendapat bahwa hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia adalah sama derajatnya keduanya harus dibayar secara bersamaan dan jika hartanya itu tidak cukup maka harus dibagi sesuai kadar hutangnya artinya harus sama-sama dibayar sesuai kondisi hutang yang sudah ditinggalkan.

c. Penyelesaian wasiat jika ada

    Wasiat adalah permintaan terakhir bagi si pewaris yang sudah meninggal dunia jadi wasiat harus didahulukan sebelum pembagian harta waris. 

d. Pembagian sisa harta waris

Apabila hal-hal di atas sudah dilakukan maka waktunya untuk membagikan harta waris yang masih sisa kepada ahliwaris yang berhak.

4. Penghalang saling mewarisi

a. Perbudakan, Mazhab Syafi'i mengecualikan budak mub'ad yaitu budak yang separuh badannya masih milik tuannya dan separuh badannya lagi sudah merdeka. Maka budak tersebut dapat mewarisi hartanya yang diperoleh dengan separuh statusnya yang merdeka dan ahli warisnya bisa menerima sebagian hartanya sebagai warisannya. Berbeda dengan budak mukatab, budak mukata tidak dapat memerdekakan dirinya sendiri dengan cara melakukan perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya sendiri dengan cara melakukan sendiri dengan cara menyicil. Meskipun dia sudah ada perjanjian akan meskipun dia sudah ada perjanjian akan memerdekakan dirinya sehingga tidak menjadi budak sepenuhnya namun dia tidak bisa untuk mewarisi dan diwarisi hartanya. Dengan pengecualian dia sudah dijanjikan kepada tuannya untuk memiliki separuh harta tuannya.

b. Pembunuhan, para ulama bersepakat bahwa ahli waris yang membunuh pewaris dia tidak berhak mendapatkan harta warisan, karena si pembunuh itu ingin menyegerakan harta warisan jatuh di tangannya, maka agar tidak terjadi hal demikian orang-orang yang membunuh pewaris maka tidak berhak untuk mendapatkan harta waris. Ulama Syafi'i berpendapat bahwa segala macam pembunuhan yang terjadi dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan warisan baik pembunuhan itu disengaja, semi sengaja, pembunuhan tersalah dan pembunuhan tidak langsung hal tersebut didasarkan kepada keumuman teks hadis nabi.

c. Perbedaan agama, perbedaan agama sudah disepakati oleh para ulama untuk tidak dapat menerima harta warisan. Baik seorang muslim maka tidak dapat mewarisi harta orang yang kafir dan begitu juga sebaliknya walaupun mereka masih memiliki hubungan kerabat maupun hubungan perkawinan.

BAGIAN 4

MACAM-MACAM AHLI WARIS

A.  Ahli waris berdasarkan hubungan keluarga atau kerabatkan 

1. Ahli waris nasabiyah, ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang memperoleh warisan karena disebabkan hubungan darah dengan seseorang yang sudah meninggal dunia tersebut. Adapun ahli waris hubungan nasab baik keturunan ke bawah, ke atas, maupun ke samping. Ahli waris nasabiyah ada 20 orang, laki-laki 13 orang dan perempuan 8 orang.

    Kelompok ahli waris ashabiyah yang laki-laki secara terperinci adalah sebagai berikut : anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, bapak, kakek dari garis Bapak dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (keponakan), anak laki-laki saudara laki-laki sebapak, Paman sekandung, Paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman sebapak. 

   Sedangkan kelompok ahli waris perempuan adalah sebagai berikut : anak perempuan, cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah, ibu, nenek garis ibu, nenek garis bapak, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak dan saudara perempuan seibu.

    Kelompok ahli waris di atas merupakan untuk menandakan jauh dekatnya hubungan kekerabatan ahli waris terhadap si pewaris. Dan ahli waris pada urutan awal akan selalu mendapatkan harta waris dan dalam sistem hijab-mahjub biasanya yang dekat akan menutupi harta waris oleh ahli waris yang lebih jauh

2. Ahli waris sababiyah

Ahli waris sababiyah adalah para ahl waris yang pewarisannya itu didapat karena ada beberapa sebab tertentu yang sesuai dengan syariat Islam. Adapun para ahli warissababiyah adalah sebagai berikut: 

a. Ahli waris sebab pernikahan antara suami istri

b. Ahli waris yang disebabkan karena memerdekakan budak

c. Dan satu lagi menurut mazhab Hanafi adalah ahli waris yang menerima warisannya itu karena suatu perjanjian dan tolong-menolong antara kedua belah pihak.

B. Kelompok ahli waris berdasarkan kadar perolehan harta

1. Ahli waris penerima bagian tertentu

ahli waris yang berhak mendapatkan bagian yang sudah ditentukan. Bagian yang dusah ditentukan ada 6 macam, yaitu :

a.  Bagian setengah : anak perempuan jika seorang, cucu perempuan gadis laki-laki jika seorang dan tidak bersama anak perempuan, suami jika tidak ada anak, saudara perempuan senandung jika seorang, saudara perempuan sebapak jika seorang

b. Bagian sepertiga : ibu (jika pewaris tidak memiliki anak cucu), saudara laki- laki atau perempuan seibu, kakek jika bersama seorang saudara atau lebih.

c. Bagian seperempat : suami jika ada anak, istri jika tidak ada anak atau cucu

d. Bagian seperenam : Bapak jika ada anak atau cucu gadis laki-laki, kakek jika ada anak atau cucu garis laki-laki, ibu jika ada anak atau dua saudara laki-laki/perempuan atau lebih, nenek dari garis ibu, nenek dari garis bapak, cucu perempuan jika bersama anak perempuan, saudara perempuan sebab apa jika bersama saudara perempuan sekandung.

e.  Bagian seperdelapan : seorang ahli waris yaitu istri yang ditinggal mati suaminya dan si suami meninggalkan anak atau cucu dan seterusnya ke bawah maka bagian 1/8 untuk istri tersebut berlaku bagi seorang istri.

f. Bagian dua pertiga : dua orang anak perempuan atau lebih jika tidak bersama anak laki-laki, dua orang atau lebih cucu perempuan gadis laki-laki jika tidak bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki, dua saudara perempuan sebapa atau lebih jika tidak bersama saudara laki-laki sebapak

2. Ahli waris penerima sisa

    Ahli waris yang berhak menerima harta sisa setelah harta tersebut dibagikan kepada ahli waris, dan apabila masih ada harta yang sisa maka harta tersebut merupakan hak ahli waris penerima sisa. Ahli waris yang menerima sisa harta waris adalah :

a. Asabah bi al-nafs, ahli waris yang mendapatkan bagian sisa karena dirinya sendiri dan kedudukannya memang asli sebagai penerima harta sisa itu. Berikut para ahli waris yang menerima bagian sisa yang asli adalah: 

Anak laki-laki

Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki. Dia berhak atas sisa harta apabila anak laki-laki tidak ada maka cucu laki-laki berposisi sebagai anak laki-laki dan berhak mewarisi bersama dengan ahli waris yang lainnya. 

Bapak, Bapak berhak untuk menerima bagian ashabah jika tidak ada anak dan cucu laki-laki. Apabila terdapat anak perempuan maka Bapak mendapat bagian 1/6 + bagian asabah jika masih ada

kakek, menggantikan posisi Bapak jika Bapak sudah meninggal dan bagian yang diperoleh sesuai dengan bagian bapak. 

Saudara laki-laki sekandung.

Saudara laki-laki sebapak.

Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak

Paman sekandung garis bapak

Paman se bapak

Anak laki-laki paman sekandung

Anak laki-laki paman sebapak

b. Asabah bi al-ghair

para ahli waris perempuan yang berhak menerima bagian tertentu atau bagian sisa yang disebabkan oleh ahli waris lain. Adapun para ahli waris penerima ashabah bi Al ghair dapat dirinci sebagai berikut:

Anak perempuan jika bersama anak laki-laki

Cucu perempuan garis laki-laki jika bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki

Saudara perempuan sekandung jika bersama dengan saudara laki-laki sekandung

Saudara perempuan sebapak jika bersama dengan saudara laki-laki sebapak

c. Asabah ma'a al-ghair

    Penerima bagian sisa karena ahli waris lain yang bukan penerima bagian sisa. Memiliki maksud bahwa ahli waris yang menyebabkan mereka untuk menerima sisa dan juga tetap menerima bagiannya.  Pada awalnya juga mereka sebenarnya bukan penerima ashabah tetapi dikarenakan kebetulan bersama dengan ahli waris lain yang juga bukan penerima nasabah maka mereka  juga bukan penerima nasabah maka mereka merupakan salah satu penerima bagian sisa juga.

d. Ahli waris dhaw- al arham dan hak-haknya

   Setiap orang yang mempunyai hubungan keluarga atau kekerabatan dengan seseorang yang sudah meninggal dan mereka tidak masuk dalam kategori dua daftar dua kelompok ahli waris sebelumnya, berarti mereka adalah ahli waris dhaw al- arham. Ahli waris kelompok ini terdiri dari laki-laki atau perempuan. Tetapi Mazhab Syafi'i dan mazhab Maliki berpendapat bahwa ahli waris ini tidak mendapatkan warisan. Berdasarkan hal tersebut jika tidak ada ahli waris dan ashabah maka sisa harta akan diberikan kepada Baitul mal, dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk kepentingan kaum muslimin secara umum dan keseluruhan. Adapun para ulama yang berpendapat bahwa ahli waris ini berhak untuk mendapatkan bagian harta waris adalah mazhab Hanafi dan Hambali dengan menjadikan pendapat ali, umar, dan ibnu mas'ud sebagai sandarannya.

C. Ahli waris hijab- mahjub

     Al-hajb berarti terhalang atau terlarang. Orang yang menghalangi adalah al hajib sedangkan yang dihalangi disebut dengan Al mahjub. Secara istilah alhajb adalah terhalangnya seseorang ahli waris untuk mendapatkan bagian warisan baik sebagian ataupun semuanya karena adanya ahli waris lain yang lebih utama derajatnya.

Conclusion

     Dalam pembagian kewarisan banyak sekali yang perlu diperhatikan, harta waris harus diberikan kepada yang berhak dan cara menghitungnya sesuai dengan yang sudah ditentukan mulai dari kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah. Adapun yang harus didahului adalah ashabun furud, adapun harta yang sisa diberikan ke asabah bi al-ghair (penerima harta sisa warisan). Perlu kita ingat bahwa saat pembagian kewarisan untuk mendahulukan hutang-hutang pewaris, agar lancar jalannya diakhirat kelak.

   Dalam praktegnya kewarisan tidak mungkin dapat dipisahkan dalam kehidupan kita. Kita terus menerus dihadapkan oleh harta warisan, dimana ada orang yang meninggal maka ia memiliki harta yang diwariskan ntah itu sekecil apapun, dan sebagai makhluk yang lahir didunia sudah seharusnya bagi kita untuk mengerti siapa saja yang berhak mendapatkan harta waris.

 Bibliography

Maimun,  Hukum Waris Perspektif Islam Dan Adat. Pamekasan : Duta Media 

Publishing, 2017.





HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun