"Yang beriman bisa jadi murtad, apalagi yang awam", nasehat pria penganut paham poligami itu, sekali lagi.
"Ora mesti. Aku kerep pasang, yo ijek sholat", suara tanpa bentuk muncul dikerumunan itu.
"Yang menang bisa menjadi jahat apalagi yang kalah", teriak bang Haji serak.
"Tidak ada sejarahnya, seseorang yang menang jadi jahat", sanggah Karmidi sambil slilit. Hasil utak utik sela-sela gigi dia leletkan ke pinggir kursi.
"Yang kaya bisa jadi melarat apalagi yang miskin"
"Kaya miskin itu hal biasa dikehidupan kita. Itu skenario Tuhan. Sampai kiamatpun, kemiskinan tetap ada walaupun manusia berusaha keras menghilangkannya", celoteh Jalil bak bijak bestari.
Mesin transistor itu masih mengumandangkan syiarnya, sekarang dikerumuni kaum miskin kota. Wajah-wajah bengis mengepung ketat. Sungguh, kotak musik itu dimata mereka sudah berubah menjadi sosok Rhoma Irama. Ada pancaran pembunuhan pada mata mereka. Sinar matahari terhalang sisi bangunan, gagal menembus kerumunan diatas dipan kayu. Sendirian tanpa kawan, Rhoma terus berdendang.
"Uang yang pas-pasan karuan buat makan. Itu cara sehat tuk bisa bertahan"
"ngerti pas-pasan yo mending go pasang Cap jie Kia. Nek enthuk po ra seneng?"
"Yo pilih ngono no. Semua itu harus dicoba"
"Apapun namanya bentuk judi. Semuanya perbuatan keji", sentil bang haji