"Judi!...."
"Kabeh stasiun nyetel Rhoma Irama? Iki piye to?". Tarjo keheranan.
"Coba PTPN", saran Tugino, "Iki radio eksklusif. Ora mungkin nyetel Rhoma Irama"
Tarjo mengikuti saran tersebut.
"Uang yang pas-pasan. Karuan buat makan(ooo...ooo). Itu cara sehat...tuk bisa bertahan...."
"Lhadalah! PTPN kerasukan Rhoma! Edan tenan!". Maki Darmo Sengkun takjub. "Iki jelas konspirasi! Kita diserang kaum sok suci"
Semakin hari, teriakan Rhoma Irama membahana diseantero negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote. Dakwahnya lewat musik dangdut melahirkan antipati beberapa kalangan; Pemerintah pecetus porkas, Tulkiyem beserta kaum pemuja Cap Jie Kia, Koh Tan penganjur Toto gelap disleding pemilik rambut kriting itu. Tapi kontradiksi juga berlaku. Para penjudi yang sudah dibutakan uang haram tidak peduli. Mereka diam-diam menikmati lagu tersebut. Sesekali perang opini, melakukan bantahan.
"Judi!", kata Rhoma Irama keras
"Judi!", balas Tarjo, Tugino, Markun dan kawan-kawan serentak, bergemuruh. Mengagetkan beberapa pengunjung kios akik yang lalu lalang. Pandangan-pandangan sinis melahap kelompok itu. Mulutnya di monyong-monyongkan. Mereka sibuk bergelut mimpi.
"Menjanjikan kemenangan", tambah penyuka celana cutbray
"Kuwi jelas! Rasah mbok kandani kabeh do ngerti, Ma"(itu jelas. Tidak usah diberitahu semua sudah mengerti, Ma), samber Markun.