Mohon tunggu...
Reza Pratama Nugraha
Reza Pratama Nugraha Mohon Tunggu... Programmer - Penulis Amatir

Seorang penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara Bising

1 Mei 2023   03:23 Diperbarui: 1 Mei 2023   05:18 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika shalat, entah kenapa ia begitu susah mengabaikan pandangannya pada pengurus mesjid yang mengotak-ngatik ampli.

Selesai shalat yang agak terganggu tadi, berdoalah Yadi saat itu.

Ia begitu merasa pusing oleh Istrinya yang kini tengah hamil, bagaimana beberapa bulan ini ia begitu kesusahan mencari uang. Bagaimana dia mampu membayai persalinan anaknya? Bagaimana cara ia menafkahi istri dan calon anaknya nanti dengan sumber penghasilan yang tak jelas ini? Dahulu selama membujang tak pernah terpikir hal-hal demikian, tapi kini tanggung jawabnya sudah begitu besar bukan hanya terhadap diri sendiri saja. Ia berdoa, begitu lama, dengan harap-harap agar rejekinya dilancarkan, istrinya mampu melahirkan dengan lancar, dan banyak hal lainnya sehingga rasa-rasanya doa itu tak ada henti-hentinya mengalir.

Tanpa sadar mushala itu sudah kosong, dan entah kenapa pandang Yadi kembali ke ampli yang diotak-atik oleh pengurus mushala tadi.

***

Teguh, salah satu pemuda yang ikut mengejar maling helm tadi masih merasa gusar. Di depan warung kopi ia terus mengumpat, dan orang-orang sekitarnya mewajari sikapnya. Teguh adalah supir ojek dan baru-baru ini motornya dimaling di dalam rumahnya sendiri yang terletak di kampung padat penduduk, menandakan bahwa maling hari-hari ini semakin berani dan menjadi-jadi. Laporan telah diberikan ke polisi, tapi bagai hilang kambing, melapor malah hilang sapi, mengurus kehilangan ternyata tidak semulus itu dan banyak uang yang harus dikeluarkan, itupun hasilnya nihil.

Teguh kini menganggur dan ia selalu menyalahkan segalanya: para maling yang mengambil mata penghasilan satu-satunya, presiden terpilih yang kemarin membikin dia tidak akrab dengan mertuanya hingga susah meminjam uang untuk sehari-hari, dan ternyata benar saja tebakannya tentang rezim sang presiden, di mana sampai hari ini semakin sepi lapangan pekerjaan dan harga sembako terus saja naik sehingga wajar maling-maling itu bermunculan karena kemiskinan. Polisi semakin kelihatan korupnya yang baru bekerja jika beritanya viral atau ada uang pelicin, warga-warga juga tidak bisa saling menjaga satu sama lain karena kesibukan mereka masing-masing untuk bertahan hidup, masa tak ada satupun yang bisa cegah orang asing masuk ke rumahnya untuk maling? Padahal rumah mereka hanya sebatas berapa meter saja di antara gang sempit itu, pikir Teguh.

Obrolan-obrolan di dalam warkop itu selalu panas ketika Teguh muncul, dan selalu, topik yang ditunggunya adalah cerita kemalingan, dan pemuda-pemuda kini kesemuanya tengah berkumpul di dalam warkop.

"Kalo dibiarin terus, kampung kita bakal kemalingan terus. Liat aja."

"Mau diapain?"

"Matiin. Kasih peringatan ke maling lainnya jangan main-main di kampung kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun