"Tentu saja."
Rizky kembali terdiam dalam pikirannya.
"Saya mencintai universitas ini. Di sinilah saya dibina. Saya merasa terpanggil untuk mengabdi di sini."
"Jawaban yang baik. Tetapi setiap dosen di sini juga menyatakan hal yang sama setiap saat. Apa yang akan membuatmu berbeda?"
"Saya akan memajukan universitas ini. Saya akan menerapkan metode penelitian sosial terkini sehingga para mahasiswa dapat dibekali dengan kemampuan sosiologis yang mumpuni."
Jawaban itu hanya ditanggapi senyuman tipis sang rektor.
"Saya kenal betul siapa kau. Tetapi ada satu hal yang lebih pantas kau kerjakan daripada melamar di sini!" Kata-kata sang rektor menciptakan kerutan di dahi Rizky.
"Jadi saya ditolak?" sambar Rizky tidak sabar. Sang rektor hanya diam sambil menyodorkan sebuah amplop putih kepada Rizky.
"Tentu saja kamu tidak kami tolak. Hanya saja, kamu harus memenuhi beberapa persyaratan yang ada. Bawalah amplop ini ke kepala bagian program penelitian dan pengembangan masyarakat, dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan setelah ini."
Dengan langkah bergegas, Rizky bergerak memasuki ruangan pusat penelitian dan pengembangan masyarakat. Seorang lelaki tua berambut perak yang memakai kacamata berlensa tebal segera menyunggingkan senyuman padanya.
"Mari masuk!" lelaki tua misterius itu berseru antusias dari balik tumpukan kertas yang menggunung di atas mejanya. Dengan langkah pelan, Rizky melangkah perlahan. Lelaki berumur cukup uzur itu langsung tertawa kecil ketika mengenali Rizky.