Lima tahun telah berlalu dan muncullah sebuah kota tingkat kecamatan di pulau Brea, yang diberi nama kota ALBEL, kesatuan dari nama desa Alise dan Belise. Sekarang, bukan saja pertokoan yang mulai bermunculan, tetapi pasar bahkan beberapa motel dan sebuah bank.
Suatu hari, lima tahun sejak Rizky ditugaskan sebagai pengajar di Kepulauan Brea oleh universitasnya seorang tamu yang tampak tak asing lagi mendatangi rumahnya.
"Masih kenal padaku?" tanya seorang lelaki tua bungkuk mengulurkan tangan hendak menjabat tangan Rizky. Sejenak ia berusaha mengenal lelaki asing itu. Nampaknya telah begitu familiar...
"Anda siapa?"
"Anda tidak mengenal saya? Sungguh keterlaluan!" tukas orang tua itu ketus sambil terbatuk pelan. Rizky mengernyitkan dahi sambil mengerahkan seluruh ingatannya. Sesaat kemudian wajahnya berubah berseri. Akhirnya ia mengenali orang di hadapannya itu.
"Oh! Profesor! Apa kabar pak?" sapa Rizky bersemangat sambil menjabat erat tangan sang rektor Universitas Prapanca itu.
"Lima tahun lalu aku tiba di sini untuk mengadakan pengamatan lapangan dan sempat menganggap bahwa ini adalah pulau orang-orang zaman purba. Tetapi apa yang kutemui sekarang ini adalah sebuah masyarakat yang maju dan madani. Sungguh suatu mukjizat."
Rizky hanya terdiam menatap sang rektor.
"Apakah kau ingat sesuatu yang kau minta lima tahun lalu?" sang rektor kembali bertanya.
"Ya. Saat itu aku meminta untuk menjadi seorang dosen di sebuah universitas yang sangat kukagumi, universitas terbaik di republik ini. Cita-cita yang selalu kuimpikan."
"Apakah hari ini kau bersedia mewujudkan impianmu itu?"