Kotak Cincin untuk Sheila
Sheila Rachman, 24 tahun, menikmati hidupnya yang kini jauh lebih tenang. Sebagai seorang kurator seni lepas, ia sibuk berpindah dari satu galeri ke galeri lain, mencari lukisan dan barang antik yang bisa ia kurasi. Hidupnya nyaman, lebih ringan dibanding setahun lalu---saat ia merasa selalu diawasi.
Dulu, setiap malam, ia kerap menemukan bunga mawar di depan pintunya. Akun media sosialnya pernah diretas oleh seseorang yang mengunggah foto-foto dirinya yang diambil diam-diam. Bahkan ada masanya ia merasa seseorang selalu mengikutinya di jalan. Tapi semua itu berhenti secara tiba-tiba. Sheila mengira penguntitnya akhirnya menyerah atau bosan.Â
"Panggilan dari Masa Lalu"
Sabtu sore, Sheila berkeliling di Pasar Antik Glodok, kebiasaannya mencari barang vintage. Tangannya secara naluriah berhenti pada sebuah kotak cincin kayu jati tua di antara tumpukan barang rongsokan. Ukirannya rumit, bergaya art deco, dan entah mengapa terasa familiar. Di tengah ukiran itu, ada huruf "S"---mirip dengan tato di pergelangan tangannya.
"Barang langka ini, Neng," bisik si penjual tua dengan suara serak. "Katanya ditemukan di rumah kosong di Menteng... milik dokter muda yang meninggal tragis."
Sheila tak terlalu peduli. Ia membelinya dengan harga murah, membayangkan betapa cantiknya kotak itu jika dipajang di apartemennya di Kemang.
Namun, saat membersihkan kotak itu di rumah, ia menemukan ukiran samar di bagian bawahnya:
"Untuk Sheila tercinta."