Mohon tunggu...
Muhamad Misbah Al Amin
Muhamad Misbah Al Amin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Hukum Pidana Islam dalam Sistem Peradilan Indonesia: Tantangan dan Peluang

8 Maret 2023   09:08 Diperbarui: 8 Maret 2023   09:09 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dapat membina ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan bagi jiwa karena memperoleh rezeki yang cukup dan menerima dengan rida terhadap anugerah Allah SWT, dan 

Dapat rnenciptakan hubungan silaturahmi dan persaudaraan antara penjual dan pembeli.

BAB XII

SEWA DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

Menurut bahasa sewa sering pula digunakan istilah ijarah yang artinya ganti dan upah (imbalan). Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atau barang itu sendiri. Sedangkan dalam KHES Buku II Pasal 20 ayat (9) ijarah adalah sewa barang, dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran. Dasar hukum dari akad sewa dalam Islam yaitu terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 233. Ketentuan lain terkait akad sewa ini terdapat dalam fatwa DSN MUI No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad ijarah ada juga dengan pengembangan akad ijarah mawshufah fi dzimmah dan ijarah muntahiah bitamlik, dan dalam KHES Pasal 251-290 baik terkait akad ijarah murni maupun akad turunannya seperti Ijarah muntahiah bitamlik.

Rukun sewa (ijarah) dalam KHES Pasal 251 yaitu: pihak yang menyewa (mustajir), pihak yang menyewakan (muajir), benda yang diijarahkan (ma'jur) dan akad. Adapun syarat terhadap rukun sewa atau ijarah yaitu 

Mustajir dan muajir: baligh, berakal, dan atas kehendak sendiri, 

Barang atau benda yang disewakan: harus bermanfaat, bukan termasuk barang-barang dilarang oleh agama, harus diketahui jenis, kadar, dan sifatnya, harus tahan lama atau kekal zatnya, dapat diserahkan oleh pemilik barang kepada penyewa, 

Shighat/akad: harus dilakukan sebelum barang yang disewa itu dipergunakan atau dimanfaatkan, tidak disangkut pautkan dengan urusan lain, harus ditentukan waktu sewanya. 

Selain itu, dalam KHES Pasal 261 bahwa uang ijarah tidak harus dibayar apabila akad ijarah batal dan harga ijarah yang wajar atau ujrah al- mitsli yaitu harga ijarah yang ditentukan oleh ahli yang berpengalaman dan jujur. Terkait metode pembayaran jasa penyewaan diatur juga dalam KHES Pasal 263 yaitu berdasarkan pada kesepakatan.

Pada dasarnya sewa menyewa merupakan perjanjian yang lazim, dimana kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak boleh saling merusaknya, karena jenis perjanjian tersebut termasuk kepada perjanjian timbal balik. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan batal atau berakhirnya perjanjian sewa-menyewa adalah: 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun