Mohon tunggu...
Melati Indah Lestari
Melati Indah Lestari Mohon Tunggu... Pengacara

Meninggalkan jejak kaki saya disini melalui tulisan, karena mereka membuat saya abadi. Temukan tulisan disini berkaitan dengan hukum, politik, filsafat, seni lukis, dan fenomena dunia yang menarik. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gondola Venesia dari Utara

14 September 2025   19:03 Diperbarui: 14 September 2025   19:03 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang bocah 6 tahun menulis surat polos untuk Tuhan, meminta kesembuhan kakeknya. Surat itu justru sampai ke tangan yang tepat dan mengubah nasib ke

"Tidak, Matt. Kau harus tetap membelikan gondola untukku nanti. Kau harus tetap menginginkannya karena dengan itu aku akan sembuh, kau ingat aku sudah berjanji akan selalu menaiki gondola itu denganmu bersama-sama di sore hari, 'kan?"

"Benarkah? Apakah kakek benar akan sembuh jika aku tetap menginginkannya?"

Phillip mengangguk dan tersenyum.

"Baiklah, kakek bersabar, ya. Aku akan memintanya kepada Tuhan setiap hari. Kata Marianne, Tuhan itu hebat bisa memberikan permintaan apa saja. Kemarin lusa aku meminta kepada Tuhan agar diberikan permen lolipop yang aku lihat di toko dekat sungai Amstel ketika berjalan-jalan bersama Marianne, dan esoknya aku mendapati lolipop itu dibalik bantal tidurku. Tuhan sungguh ajaib kan, kakek!" ujar Matthew dengan sangat antusias.

Philip mengangguk lagi dan tertawa melihat tingkah lucu cucunya. Ia mengelus rambut pirangnya. Ia mengetahui bahwa Marianne-lah yang menaruh permen itu. Rupanya wanita paruh baya itu ingin agar Matthew tetap dalam keyakinan dan imajinasinya, sama seperti yang dilakukan Phillip.

"Oh! Sepertinya aku akan melakukan sesuatu! Kakek tunggu di sini aku akan segera kembali!"

Matthew beranjak dari kamar Phillip dan berlari menuju rumah Marianne. Ia menarik lembut pakaian Marianne yang sedari tadi sedang membuat kue.

"Marianne! Marianne! Biasakah kau berikan kertas dan pena padaku?"

"Untuk apa, sayang?" timpal Marianne sembari tetap mengaduk adonan Eierkoek.

"Aku ingin menulis surat untuk Tuhan."

Marianne berhenti dengan aktivitasnya, dengan wajah penuh kehangatan ia menanggalkan sarung plastik di tangannya. Ia mengambil secarik kertas kusam cokelat, sebotol tinta dan sehelai pena burung. Matthew kecil mulai menulis, ia sudah hafal alfabet dan mampu merangkainya menjadi kalimat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun