Mohon tunggu...
Kezia AmeiliaSaktyani
Kezia AmeiliaSaktyani Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Semua dimulai dari bawah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Langkah

24 Februari 2021   02:38 Diperbarui: 24 Februari 2021   02:43 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                "Adalvino?" suara yang tak asing memanggilnya. Adalvino menoleh ke sumber suara dan didapatinya sosok yang sedang ia cari.

                "Ternyata benar Adalvino. Ada yang mau  saya bicarakan." Sang ayah pun mengajak Adalvino untuk duduk di bawah saung yang terbuat dari batang pohon kelapa.

                "Sebelumnya saya mau minta maaf." Lelaki itu menundukan kepalanya, tak berani menatap Vino.

                "Saya tidak tahu apa yang sudah kamu alami selama ini. Maaf saya tidak pernah tahu keberadaanmu." Adalvino menatap ayahnya dengan tajam, "Bukankah kamu yang tidak menginginkanku? Bukankah kamu yang ingin membunuhku duluan?" tanya Vino dengan nada yang meninggi.

                "Sepertinya kamu sudah salah paham. Salah paham seperti ibumu." Adalvino bingung dengan maksud dari perkataan ayahnya ini. "Salah paham? Apa maksudnya?"

                "Dulu, jauh sebelum saya menikah saya menjebloskan ayah saya sendiri kedalam penjara. Secara otomatis perusahaan jadi jatuh ketangan saya. Memang betul saya sangat berambisi terhadap kekuasaan. Tapi menjebloskan ayah sendiri kedalam penjara tanpa sebab itu terlalu gila kan?" Adalvino mendengarkan dengan serius.

                "Setelah beberapa tahun, saya menikah dengan ibumu. Saat itu perusahaan sudah mulai berkembang dengan pesat. Sebelum melahirkanmu, ia pernah mengandung namun keguguran. Itu salah saya. Anak pertama kami meninggal saat masih berbentuk janin karena kecelakaan yang saya lakukan. Itu benar-benar tidak bisa di hindari." Pria itu menarik nafasnya panjang sebelum melanjutkan kembali.

                "Musibah memang tidak bisa dihindari kan? Tapi ibumu menganggap aku sengaja mencelakai anak kami karena takut suatu saat nanti anak itu akan merebut kekuasaanku. Bagaimana mungkin aku berpikiran seperti itu saat aku benar-benar menginginkan seorang buah hati?" terlihat raut kesedihan diwajahnya.

                "Tak lama, ibumu mengandung lagi. Dan kali ini kandungannya lancar sampai sembilan bulan. Namun pada malam ia melahirkan, aku sedang tidak ada didekatnya karena urusan bisnis. Dan kabar yang aku dengar, anakku lagi-lagi mati. Kali ini karena terlalu banyak menelan air ketuban dan hal lain." Adalvino sedikit terkejut mendengar hal itu. Namun kemudian sang ayah kembali melanjutkan ceritanya.

                "Dan beberapa minggu yang lalu, akhirnya saya sadar bahwa anak itu tidak pernah mati. Dua minggu lalu, saat kamu datang akhirnya saya sadar bahwa selama ini Adelia sudah berbohong dan memalsukan kematianmu hanya karena takut aku akan mencelakaimu, seperti kisah Zeus." Adalvino terkejut mendengar kebenaran itu.

                "A-ayah minta maaf." Untuk pertama kalinya, ia menyebut dirinya ayah untuk Adalvino. Adalvino bingung harus menyalahkan semua penderitaannya pada siapa jika semua kesulitannya dan luka yang diterima nya ini terjadi hanya karena salah paham.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun