"Apakah langkahku sudah benar ?"
Gemuruh mesin itu terus melaju, melesat tanpa peduli dengan alam sekitar. Sesekali bunyi klik-klak roda bersahutan memukul rel kereta sepanjang jalan menuju hamparan tanpa kepastian. Tetapi bayangan hitam itu terus saja menguji pasrahku dalam gelap. Siluet pria tinggi besar memandangiku dengan tatapan tajam dan aura yang kejam. Sedikit demi sedikit tatapannya mulai berubah. Menjadi sayu dan kosong. Tiba-tiba suara berdesibel seratus memekikkan telingaku membuyarkan seluruh lamunanku. Siluet pria itu seketika menghilang.
Klakson itu seolah menjadi pertanda kehidupan baruku akan segera dimulai. Sebuah jalan yang telah ku putuskan dengan sangat matang. Tentu saja penuh resiko. Tapi aku siap dibenci, dihujat, bahkan dimusuhi oleh keluargaku sendiri. Azamku terlanjur kuat. Bagiku sebuah cita-cita haruslah diperjuangkan. Tidak akan ada perjuangan yang manis. Akan selalu ada peluh dan rintikan tangis. Aku berhak meraih cita-citaku. Batinku semakin menguatkan. Tak akan ada lagi penyesalan kedua setelah apa yang selama ini ku jalani. Mesin otomotif itu kembali bergemuruh menyemburkan tenaga yang makin menguat. Begitu pun dengan keyakinanku yang sudah bulat. Kereta api Airlangga Express Surabaya Semarang akhirnya berangkat. Melaju dengan cepat membawaku kembali ke kota yang penuh kenangan. Aku kembali tenggelam pada ingatan masa laluku. Hari-hariku bersama Ifan.
#
Pertengahan September 2021, Naila dan Ifan berkunjung di Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Sesungguhnya membaca buku bukanlah karakter Ifan. Tetapi demi Naila ia bersedia melepaskan egonya. Naila pun sebetulnya bukan pembaca sejati. Semester ini dia bercita-cita harus segera lulus dari kuliahnya. Semenjak itu dia rutin ke perpustakaan. Naila juga tak pernah memaksa Ifan untuk menemaninya. Tapi dia juga sadar Ifan tak akan membiarkannya berjuang sendirian. Barangkali itulah alasannya mengapa mereka begitu sulit saling melepaskan.
"Kayaknya buku ini bagus ya ?" Tanya Ifan sambil memperlihatkan buku bersampul putih abu.
"Apa gak salah ya, seorang arsitek baca buku Lelaki-Lelaki Tanpa Perempuan". Jawab Naila memastikan kembali.
Sambil cekikan Ifan membaca sinopsis buku karya Harumi Murakami itu. Sebuah buku kumpulan cerpen dari penulis Jepang yang sedang viral-viralnya. Tentu saja buku itu tidak akan dibukanya. Apalagi sampai dibaca tuntas. Melihat Ifan yang menaruh buku itu kembali, Naila hanya senyum menggelangkan kepalanya. Membaca buku bukanlah karakter Ifan.
"Setelah wisuda nanti apa rencanamu?" Tanya Naila sembari mencari buku.
"Aku mungkin akan mencari pekerjaan. Tapi aku juga ingin melanjutkan S2". Jawab Ifan