Para ahli hukum dan politik memiliki pandangan yang beragam mengenai batasan wewenang antara DPR dan MK dalam menentukan threshold. Di satu sisi, banyak ahli hukum konstitusi yang berpendapat bahwa penetapan threshold adalah urusan legislatif, karena melibatkan kebijakan politik yang harus ditentukan oleh wakil-wakil rakyat di DPR. Menurut Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MK, tugas MK adalah menguji konstitusionalitas undang-undang, bukan untuk ikut serta dalam pembuatan kebijakan yang bersifat politis seperti penetapan threshold. Asshiddiqie menegaskan bahwa MK harus berhati-hati agar tidak melampaui batas wewenangnya dan mencampuri ranah kebijakan yang seharusnya menjadi domain DPR.
Sebaliknya, beberapa ahli politik dan aktivis demokrasi berpendapat bahwa MK harus lebih proaktif dalam mengawasi threshold yang ditetapkan oleh DPR, terutama jika aturan tersebut dianggap mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dalam pemilu. Mereka berpendapat bahwa MK memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak politik warga negara dari kebijakan yang potensial menguntungkan partai-partai besar dan menghambat partisipasi politik yang lebih luas. Dalam pandangan ini, threshold yang terlalu tinggi bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi politik yang bertentangan dengan prinsip representasi yang adil.
Para ahli politik juga menunjukkan bahwa konflik antara DPR dan MK terkait threshold sering kali mencerminkan ketegangan yang lebih luas antara kekuasaan politik dan kekuasaan hukum dalam sistem demokrasi Indonesia. Mereka berargumen bahwa solusi terbaik adalah dengan memperjelas batas-batas wewenang kedua lembaga ini melalui dialog konstitusional yang terbuka dan transparan, serta melalui reformasi undang-undang yang memungkinkan adanya mekanisme check and balance yang lebih efektif .
Secara keseluruhan, perdebatan mengenai siapa yang berwenang menentukan threshold dalam pemilu menggambarkan kompleksitas hubungan antara kekuasaan politik dan hukum di Indonesia. Meskipun DPR memiliki wewenang untuk menetapkan threshold sebagai bagian dari kebijakan politik, MK tetap memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak melanggar konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi oleh negara.
Rekomendasi untuk Menghindari Konflik Antara MK dan DPR
Dalam rangka menghindari potensi konflik antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penentuan dan pengujian threshold, sangat penting untuk mengembangkan mekanisme yang jelas dan tegas. Mekanisme ini harus memastikan bahwa kedua lembaga tersebut dapat menjalankan fungsinya masing-masing tanpa tumpang tindih atau saling mengganggu.
Pertama, perlu ada ketentuan yang lebih eksplisit dalam undang-undang mengenai peran DPR dalam menetapkan threshold. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi terhadap undang-undang pemilu atau undang-undang yang terkait, dengan menetapkan prosedur dan kriteria yang jelas dalam penetapan threshold. Dalam proses ini, DPR harus mempertimbangkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, partai politik, dan akademisi, untuk memastikan bahwa threshold yang ditetapkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.
Kedua, MK perlu memperkuat perannya sebagai lembaga penguji konstitusionalitas undang-undang dengan tetap menjaga independensi dan tidak terlibat dalam proses politik. MK harus fokus pada pengujian apakah ketentuan threshold yang dibuat oleh DPR sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam UUD 1945, seperti kesetaraan, keadilan, dan demokrasi. Untuk itu, perlu ada pedoman yang lebih rinci bagi MK dalam melakukan pengujian terhadap undang-undang yang berkaitan dengan threshold, termasuk penentuan standar yang jelas untuk menilai konstitusionalitasnya.
Perlunya Regulasi yang Memperjelas Batas Wewenang Politik dan Hukum untuk Mencegah Konflik antara DPR dan MK
Regulasi yang memperjelas batas wewenang antara DPR dan MK sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya konflik. Regulasi ini harus mengatur dengan rinci mengenai lingkup wewenang DPR dalam menentukan threshold, sekaligus memberikan panduan yang jelas bagi MK dalam menguji konstitusionalitas threshold yang ditetapkan oleh DPR.
Salah satu langkah konkret yang bisa diambil adalah dengan menyusun undang-undang khusus yang mengatur mengenai hubungan antara DPR dan MK dalam konteks pengambilan keputusan terkait threshold. Undang-undang ini harus mencakup prosedur penetapan threshold oleh DPR, mekanisme pengujian oleh MK, serta prosedur penyelesaian sengketa jika terjadi perbedaan pandangan antara kedua lembaga tersebut.