Penerapan threshold dalam sistem pemilu memiliki dampak yang signifikan terhadap struktur politik dan representasi di parlemen. Parliamentary Threshold, misalnya, dapat memperkuat stabilitas politik dengan mengurangi jumlah partai politik di parlemen. Ketika hanya partai-partai yang memiliki dukungan kuat yang berhasil lolos ambang batas, parlemen menjadi lebih terfokus dan koalisi pemerintahan lebih mudah terbentuk. Namun, dampak negatifnya adalah partai-partai kecil yang mewakili kepentingan khusus atau kelompok minoritas mungkin tersisih, sehingga mengurangi keragaman representasi di parlemen.
Presidential Threshold juga memiliki implikasi yang signifikan. Dengan menetapkan ambang batas yang tinggi, threshold ini memastikan bahwa hanya pasangan calon dengan dukungan yang luas yang bisa maju dalam pemilihan presiden. Ini membantu mencegah terjadinya pemecahan suara yang berlebihan dan memfasilitasi terbentuknya pemerintahan yang lebih stabil dan kuat. Namun, hal ini juga dapat membatasi jumlah calon yang dapat maju, mengurangi pilihan bagi pemilih, dan meningkatkan dominasi partai-partai besar.
Sementara itu, Regional Election Threshold mempengaruhi dinamika politik di tingkat lokal. Dengan menetapkan ambang batas tertentu, threshold ini dapat mencegah munculnya calon-calon yang tidak kompeten atau tidak memiliki dukungan yang cukup signifikan. Namun, seperti halnya threshold lainnya, hal ini juga bisa mengurangi partisipasi politik dan mereduksi keragaman calon yang tersedia bagi pemilih di daerah.
Secara keseluruhan, penerapan threshold dalam pemilu dirancang untuk menjaga stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan, namun juga membawa tantangan dalam hal representasi politik. Oleh karena itu, penentuan dan penerapan threshold harus dilakukan dengan hati-hati, agar tidak mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan inklusivitas dalam sistem pemilu
Wewenang DPR dalam Menentukan Threshold
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia memiliki peran krusial dalam proses legislasi, salah satunya adalah menetapkan peraturan terkait sistem pemilu, termasuk threshold atau ambang batas. Dalam konteks ini, DPR berfungsi sebagai lembaga legislatif yang memiliki kewenangan untuk merumuskan, membahas, dan mengesahkan undang-undang. Fungsi utama DPR dalam hal ini adalah membuat peraturan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas politik dan memastikan bahwa proses pemilu berjalan secara adil dan efisien.
Threshold dalam pemilu di Indonesia mencakup berbagai jenis, seperti Parliamentary Threshold, Presidential Threshold, dan Regional Election Threshold. Ketiga jenis threshold ini ditetapkan melalui undang-undang yang dibuat oleh DPR dengan tujuan untuk menyaring partai politik dan calon yang dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Threshold ini dianggap penting untuk mengurangi fragmentasi politik dan memudahkan pembentukan koalisi pemerintahan yang stabil.
Contoh Legislasi DPR Terkait Penentuan Threshold dalam Berbagai Pemilihan
DPR telah menetapkan berbagai undang-undang yang mengatur threshold dalam pemilu. Berikut adalah beberapa contoh legislasi yang relevan:
- Parliamentary Threshold: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan bahwa partai politik harus memperoleh minimal 4% dari total suara sah nasional untuk dapat menempatkan wakilnya di DPR. Ketentuan ini diterapkan dalam pemilu legislatif untuk menyaring partai-partai yang memiliki dukungan luas dan representatif.
- Presidential Threshold: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juga mengatur Presidential Threshold, yang menetapkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki setidaknya 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional untuk dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Threshold ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya kandidat dengan dukungan politik yang kuat yang bisa maju dalam pemilihan presiden.
- Regional Election Threshold: Dalam konteks pemilihan kepala daerah, DPR juga menetapkan threshold melalui undang-undang yang mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Misalnya, dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang ingin mencalonkan kepala daerah harus memiliki minimal 20% kursi di DPRD atau 25% dari suara sah dalam pemilu legislatif di daerah tersebut.
Argumen Politik yang Mendasari Penetapan Threshold oleh DPR
Penetapan threshold oleh DPR didasari oleh beberapa pertimbangan politik yang bertujuan untuk menjaga stabilitas dan efektivitas pemerintahan. Salah satu argumen utama adalah mengurangi fragmentasi politik di parlemen. Tanpa adanya threshold, ada kemungkinan terlalu banyak partai politik yang masuk ke parlemen, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam membentuk koalisi pemerintahan yang solid. Dengan adanya threshold, hanya partai politik yang memiliki dukungan signifikan yang dapat masuk ke parlemen, sehingga proses pengambilan keputusan di parlemen dapat berlangsung lebih lancar dan stabil.