Kata-kata itu menenangkan hatinya. Ia pun terus melangkah, menyusuri jejak data satu per satu, sambil menyadari bahwa perjalanan ini tidak hanya membentuk penelitiannya, tapi juga membentuk dirinya sebagai seorang pembelajar yang lebih matang.
Semakin dalam Fadlin menekuni penelitian, semakin nyata pula tantangan yang harus ia hadapi. Pengumpulan data ternyata jauh lebih melelahkan daripada yang ia bayangkan di awal.
Ada kalanya responden tiba-tiba membatalkan janji wawancara. Ia sudah datang jauh-jauh ke kampus, bahkan menunggu berjam-jam di kantin, namun akhirnya hanya pulang dengan catatan kosong. Pernah juga ia menghadapi responden yang menjawab singkat-singkat, seolah enggan berbagi pengalaman. Situasi itu membuat Fadlin merasa kecewa, bahkan hampir putus asa.
Selain faktor manusia, ada pula kendala teknis. Rekaman wawancara yang ia simpan di ponselnya tiba-tiba rusak, membuat satu sesi wawancara hilang begitu saja. Malam itu, ia terduduk lesu di kamar kos, menatap layar ponsel yang tak lagi bisa memutar file penting itu. Ia merasa semua kerja kerasnya sia-sia.
Namun, setelah merenung, Fadlin memilih bangkit kembali. Ia menghubungi responden yang datanya hilang, menjelaskan dengan jujur situasinya, dan meminta izin untuk melakukan wawancara ulang. Untungnya, responden itu memahami dan bersedia membantu. Dari peristiwa itu, Fadlin belajar pentingnya sikap jujur, sabar, dan konsisten dalam penelitian.
Di sisi lain, ada tantangan batin yang lebih halus. Semakin banyak data yang ia kumpulkan, semakin besar pula rasa bingungnya. Data terasa begitu beragam dan kompleks, seakan-akan tidak ada pola yang jelas. Kadang ia merasa bimbang: "Apakah semua ini bisa dirangkai menjadi temuan yang bermakna?"
Di saat genting itu, Fadlin kembali mengingat pesan pembimbingnya:
"Jangan buru-buru menyimpulkan. Biarkan data berbicara. Tugasmu adalah mendengarkan dengan sabar, lalu merangkainya dengan hati-hati."
Pesan itu menjadi pegangan. Fadlin pun berusaha lebih teliti---ia mulai mengelompokkan data berdasarkan tema, memberi kode pada transkrip wawancara, dan menuliskan catatan reflektif setiap kali menemukan hal yang berulang. Perlahan, rasa bimbangnya berubah menjadi keyakinan: di balik kerumitan data, ada benang merah yang bisa ditarik.
Meski penuh cobaan, Fadlin semakin yakin bahwa penelitian bukan sekadar tugas akademik, melainkan latihan kesabaran, ketekunan, dan keteguhan hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI