Pohon-pohon lain mulai merelakan.
Daun-daunnya turun pelan
seperti pensiunan yang akhirnya
paham: tak perlu ikut rapat lagi.
Tapi kau,
daun yang kecil dan keras kepala itu,
masih menggigil di ujung ranting.
Masih menolak jatuh
padahal angin sudah
tiga kali bersiul putus asa.
"Kau tunggu apa?" tanya ranting.
"Kepastian," jawabmu pelan.
"Kau tunggu siapa?" desak batang.
"Dia yang dulu pernah bilang:
aku tak akan pergi sebelum kamu."
Baca juga:Â Pintu Keluar yang Berputar ke Dalam
Ah, cinta memang begitu.
Sering membuat kita tinggal
di tempat yang seharusnya
sudah menjadi tanggal.
Daun lain sudah jadi tanah.
Jadi puisi.
Jadi pelajaran IPA.
Kau masih saja menggantung
seperti status lama yang tak kunjung dihapus,
karena ada satu foto
yang terlalu susah untuk dibenci.
Angin datang lagi.
Lebih lembut dari sebelumnya.
Meniupmu sambil berkata,
"Kalau bukan jatuh,
mau kau apakan perasaan itu?"
Baca juga:Â Surat Cinta yang Ditulis dengan Pensil Mata
Dan kau pun bergoyang
sedikit,
sedikit,
lalu diam lagi.
2025