Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lyotard dan Narasi Besar

16 November 2022   09:05 Diperbarui: 20 Juni 2023   15:46 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Narasi Besar, G20, dan Kita (Sumber gambar : detik.com)

Dalam urutan waktu kemunculan ilmu pengetahuan dari seseorang yang meringkas bahasa ilmiah, sastra, narasi, dan sebagainya tidak bisa memberikan kebenaran tunggal yang kelak menjadi perbincangan melalui bahasa lisan sebagai asumsi. Salah satu ciri dari ilmu pengetahuan adalah kemampuannya untuk melakukan identifikasi. 

Lyotard  dalam The Posmodern Condition: A Report on Knowledge (2001) menggunakan kategori ucapan yang didefinisikan sebagai istilah aturan, yang menentukan sifat-sifat dan penggunaannya dalam 'permainan bahasa'. Laksana sebuah permainan catur ditentukan oleh sejauh mana mereka menggunakan seperangkat aturan dengan memindahkan benda-benda sebagai cara yang tepat.

Suatu penggunaan benda-benda yang diidentifikasi melalui ilmu pengetahuan yang digiring dalam permainan bahasa berbeda dengan seseorang yang menyalurkan kebenarannya melalui pemindahan diskursus yang selalu menata ulang dan memperbaiki dirinya. 

Disinilah permainan bahasa yang memberikan relasi pada kebenaran, yaitu oposisi kebenaran atas ilmu pengetahuan. Diskursus dan tatanan yang dibentuknya tidak pernah memfinalkan hanya pada satu pengertian dan rujukan dibanding narasi besar yang goyah akibat proses delegitimasi, mencerabut akar-akar kepercayaan padanya. 

Rezim diskursus merupakan celah bagi narasi besar dan permainan bahasa yang berada dibelakangnya, dimana celah ilmu pengetahuan akan menyatakan "kebenaran telah terungkap atau telah final." Setiap ilmu pengetahuan telah menemukan kebenaran, maka setiap itu pula ketidakpercayaan atas narasi besar melalui permainan bebas tanda keluar dari dirinya sendiri.    

Perlukah kita menceritakan bahwa ilmu pengetahuan selalu dibuktikan sebagai salah satu permainan bahasa yang ditemukan dalam asal-usul pengetahuannya sendiri diantara jenis pengetahuan lainnya? 

Darimana kita memutuskan, bahwa berakhirnya narasi besar berarti proses delegitimasi juga telah berakhir? 

Siapakah yang bertanggungjawab atas kemungkinan lainnya apabila masih terjadi proses deligitimasi ilmu pengetahuan di abad ini, yaitu manusia digantikan oleh artificial intelligence (kecerdasan artifisial)? Dimanakah ilmu pengetahuan ditujukan jika tidak tumbuh lagi sebagai sistem yang organik?

Saya mengajukan pertanyaan sesuai bertambah panjangnya waktu dari satu narasike narasi yang lain sesungguhnya bergantung pada sejauh mana penolakan atas dirinya. Begitulah jadinya, mereka menemukan kebenaran atau mentotalisasi pengetahuan ilmiah dengan sesuatu yang rentang kesalahan.

Lain halnya, dalam narasi sosial terdapat kejanggalan dari ilmu pegetahuan modern, sekalipun tidak ada suatu permainan bahasa denotatif didalamnya. Ia masih dihantui oleh ketidakmampuan dirinya untuk membebaskan kehidupan dan pemikiran dari satu sistem relasi, seperti hirarki dalam oposisi duaan telah melahirkan kekerasan terhadap "sang Lain."

Sementara, proses delegitimasi ilmu pengetahuan juga beragam dan menyebar dimana-mana. Misalnya, kritik feminisme atas wanita yang distrukturisasi menjadi "sang Lain" dari pria. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun