Dalam batas-batas yang telah terlintasi, suati mimpi melingkari mimpi yang lain. Tidak ada lagi batas bagi seseorang antara keadaan tertidur dan terjaga, sekalipun dia tanpa melalui pusat gravitasi dengan cara menjatuhkan benda padat, mencubit kulitnya atau bahkan mengusap-ngusap wajahnya sendiri.Â
Sang nyata masih bergerak diantara kelenyapan struktur sang Lain dan kenampakan sesuai rona bumi ditandai oleh permukaan yang terbujur, seperti tubuh, konsumsi, mekanis, dan penanda lainnya dan kedalaman yang terlapis: pikiran, selera, psikis, dan petanda lainnya. Keadaan pengetahuan yang diorganisir melalui permukaan sekaligus kedalaman tanpa hirarki, jejak, dan zona yang tidak ditemukan dalam ilmu pengetahuan menerobos kerangka kerja bahasa dan diagram logis bagi pergerakan citra.
Melalui citra, dunia lebih nampak dilihat dan menghilang kembali dalam realitas, dalam kelenyapannya yang dipertaruhkan. Kita mengetahui tidak ada mimpi dan tidak pula suara dalam tanda kesesaatan yang menyertainya atau di tengah gurun pasir nyata.Â
Segalanya berupa esensi kesenyapan. Kita ternyata akan bingung pada saat tidak ada lagi ambiguitas. Dimanakah kita gerangan?Â
Adakah kesenyapan massa ataukah akhir sosial? Kesenyapan citra ataukah akhir dari layar dan kesenyapan gurun pasir ataukah akhir metafora?
Kita menungggu peristiwa untuk menyingkap misteri yang menyelimutinya dan meledak keluar secara tiba-tiba untuk menghentikan pertukaran dan peredaran. Kita melihat sebuah citra tanpa lensa, pangung tanpa kamera, ilusi tanpa bayangan realitas.Â
Segalanya muncul dari keterasingan ke kesenyapan. Dalam kehidupan kita berkembang antara 'fase binatang' dan 'fase manusia'. Narasi tentang kesenangan yang berpindah dan bertukar tempat nampak dalam dunia nyata terjalin "tarian retorik." "Aku memiliki tanda, Anda memiliki ilusi" dan "Anda memiliki tanda ilusi." Jadi, bukan "kita memiliki aparat."
Lain lagi, titik kelenyapan dunia nyata terjadi disaat tidak ada lagi kecanduan, kebutuhan dan perlawanan, kecuali diskursus tentang kuasa.Â
Setiap kali ilusi, citra, dan obyek lainnya di sekitar kita datang membawa korban, disana pulalah muncul 'kesetiaan pada yang nyata' (uang, investasi) terjatuh dalam kesahihan diskursus tentang pengetahuan yang baru. Sinema, internet atau layar dengan pergerakan citra didalamnya akan menjadi narasi besar sejauh menampilkan cerita tentang universalitas, rasionalitas, kapitalisme, sosialisme, Marxisme, dan ideologi dunia lainnya.Â
Suatu saat kita menarik narasi kehidupan antara narasi besar dan narasi kecil yang diakui oleh Lyotard bersama ilmu pengetahuan sebagai salah satu pemeran dari suatu permainan bahasa di tengah permainan lain yang plural tidak bisa dipisahkan dengan legitimasi pengetahuan (2001 : Â xxiii).
Bukan masalah kebutuhan, tetapi kekaguman pada kematian sebagai suatu hal yang pasti demi kesesaatan di balik energi massa. Kesesaaatan untuk melepaskan hasrat adalah relasi timbal-balik antara yang nyata dan simbolik tanpa melalui citra.Â