Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lyotard dan Narasi Besar

16 November 2022   09:05 Diperbarui: 20 Juni 2023   15:46 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Narasi Besar, G20, dan Kita (Sumber gambar : detik.com)

Presiden Xin Jinping dalam lawatannya untuk menghadiri KTT G20 tidak berbicara tentang partai "kiri" komunis. Sudah bisa dipastikan Xin Jinping tidak mengenal siapa sayap "kiri" di Indonesia. 

Baik kapitalisme dan sosialisme atau komunisme dibungkam oleh isu-isu utama yang diangkat melalui meja KTT G20 ke-17 di Bali, 15 hingga 16 November 2022.

Selain Xin, KTT G20 juga dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dan Perdana Menteri Kanada  Justin Trudeau. Sederet pemimpin negara lain yang hadir di KTT G20, diantaranya, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Presiden Argentina Alberto Fernandez, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hingga Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni.

Sengaja saya menyebut siapa-siapa yang menghadiri KTT G20. Bisa disebutkan seperti Direktur Pelaksana IMF Kristalina Geogieva, salah satu pimpinan Lembaga dunia. IMF bersama Bank Dunia dikenal sebagai pilar kapitalisme global. Semuanya, para pentolan dari apa yang disebut narasi besar mengarahkan pandangannya pada isu-isu global, yang mendesak untuk dipecahkan permasalahan secara bersama-sama. Kata Jokowi: "Tidak ada pilihan lain. Kecuali paradigma kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyelematkan dunia." Sudah tentu dunia dan kehidupan yang bebas dari krisis dan ancaman kepunahan.

The New York Times (2022/11/13) menyatakan simpatinya terhadap perhelatan KTT G20 di Indonesia. Ia merekam dengan baik apa yang dinyatakan Presiden Jokowi, diantaranya bahwa "Indonesia menginginkan stabilitas." Disamping misi perdamaian dan mengakhiri perang, pada kesempatan lain, Presiden Jokowi berharap pada penanganan krisis pangan.

Indonesia menjadi "episentrum" dunia melalui KTT G20. Satu momen yang tepat untuk membicarakan dan menindaklanjuti dengan solusi terhadap berbagai krisis, yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang lain.

Belum usai krisis corona, muncul krisis pangan, krisis energi, ancaman resesi global hingga perpecahan geopolitik yang kian keras. G20 mencoba untuk mengkonsolidasikan kekuatan mereka melalui kerjasama untuk merahi pertumbuhan ekonomi dunia yang stabil dan berkelanjutan dengan jaminan saling menguntungkan bersama.

Diketahui, bahwa G20 menyumbang sekitar 80 persen dari output ekonomi global dan sekitar 60 persen dari populasi duni membuat negara-negara percaya untuk maju beberapa langkah ke depan. Tidak khayal, respon G20 atas krisis ekonomi global begitu besar.

Kuncinya, bagaimana G2 mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, dan adil. Pertanyaannya, apakah negara-negara G20 tetap dalam komitmen bersama untuk bekerja sama dalam menggapai masa depan yang didambakan bersama?

Yang jelas, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai lebih dari 5,1 persen. Suatu raihan pertumbuhan ekonomi yang melebihi prediksi sebelumnya. Rela atau tidak, Indonesia dengan mempertahankan stabilitas ekonomi dan politik siap siaga menghadapi resesi global yang sudah di bawah telapak kaki. Suka atau tidak, perubahan global seperti resesi ekonomi dan krisis iklim berdampak sistemik terhadap Indonesia.

Apalagi yang ingin kita katakan. Maka sudahilah narasi besar yang menggebu-gebu! Narasi besar, seperti rasionalisme, kapitalisme, dan sosialisme sudah menguap di bumi. Para pemimpin negara-negara anggota G20 tidak lagi mengumbarkan nafsunya (sebaiknya bukan karakternya) untuk memperlihatkan taring atau cakar-cakarnya yang siap untuk mencabik-cabik bagi siapa yang tidak ingin tunduk dihadapannya. Segalanya demi berkhidmat pada kehidupan dunia yang sejahtera, damai, lestari, dan maju. Mengapa tidak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun