Mohon tunggu...
Ridho Triadi
Ridho Triadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis

10 Maret 2024   04:50 Diperbarui: 10 Maret 2024   07:06 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA : Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis

Dr. H. A. Khumedi Ja'far, S.Ag., M.H.

Ridho Triadi

222121144

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract:


Hukum perdata Islam di Indonesia adalah sistem hukum yang didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, dan hukum adat Islam. Ini mengatur hubungan pernikahan, warisan, dan transaksi keuangan. Meskipun memiliki dasar hukum yang kuat, implementasinya masih dihadapkan pada tantangan seperti kesenjangan dengan hukum adat lokal dan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Pemahaman mendalam dan upaya pengembangan terus-menerus diperlukan untuk memastikan keadilan dan relevansi hukum perdata Islam di Indonesia..

Keywords: Perdata, Islam, Indonesia.

Introduction

 Buku ini membahas mengenai hukum perdata Islam di Indonesia terkait dengan perdata Islam, perkawinan, perceraian, kewarisan, wasiat wakaf, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, upah, syirkah, mudharabah, muzaraah, dan mukhabarah. Penulis, Dr. H. A. Khumedi Ja'far, S.Ag., M.H.memberikan pemahaman yang mendalam mengenai perdata Islam di Indonesia. Melalui penelitian yang komprehensif, buku ini menguraikan berbagai aspek yang relevan, termasuk pengertian, rukun, syarat. Dengan bahasa yang jelas dan sistematis, buku ini merupakan sumber rujukan yang berharga bagi praktisi hukum, akademisi, dan masyarakat umum yang tertarik dalam bidang perdata Islam.

Result and Discussion

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERDATA ISLAM

A.Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam

Hukum perdata Islam didalam fiqh sering disebut dengan fiqh muamalah, ialah hokum Islam yang mengatur hubungan satu oeang dengan orang yang lainya. Hukum perdata di Indonesia terdiri atas :

1.Hukum perkara adat

2.Hukum perdata Eropa

3.Hukum perdata bersifat nasional

4.Hukum perdata materil

Hukum perdata Islam di Indonesia mencakup berbagai aspek kehidupan pribadi dan sosial umat Muslim, seperti pernikahan, warisan, wakaf, dan perdagangan. Ini berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an, hadis, dan prinsip-prinsip hukum Islam lainnya. Hukum perdata Islam di Indonesia juga sering diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang perkawinan, warisan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kehidupan beragama Muslim.

HUKUM PERKAWINAN

A.Pengertian Perkawinan

Perkawinan dalam Bahasa arab yaitu al-nikah yang bermakna bersetubuh, berkumpul. Secara istilah adalah akad dengan tujuan melakasanakan dan memenuhi perintah Allah. Secara sosisologis yaitu proses pertukaran hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri

B.Tujuan dan Hikmah Perkawinan

Perkawinan memiliki tujuan agar terjaganya dan terpeliharanya keturunan dan kesucian dari diri manusia. Dalam pasal 1 UU perkawinan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang kekal dan sejahtera Selain itu juga terdapat tujuan fundamental diantaranya :

1.Hidup dalam pergaulan yang sempurna

2.Jalan mengatur rumah yangga dan keturunan

3.Mempererat tali persaudaraan terutama dari keluarga laki-laki maupun perempuan

Merurut Sayyid Sabiq hikmah dari perkawinan ialah :

1.Jalan terbaik untuk manyalurkan hasrat seksual. Dengan pernikahan tubuh menjadi lebih segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati barang yang halal.

2.Meneruskan keturunan dengan halal dan terhormat

3.Meningkatkan rasa tanggung jawab

4.Membuka tali kekeluargaan

C.Asas dan Prisnip Perkawian

Dalam yuridis UU no. 1 thn 1974 terdapat asas-asas pernikahan yaitu :

1.Suami istri saling melengkapi

2.Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan dicatatkan

3.Asas monogami

4.Suami siap jiwa raga untuk melangsungkan perkawinan

5.Mempersukar terjadinya perceraian

6.Hak dan keduduakn suami istri seimbang, semua dapat dirundingkan dan diputuskan oleh

Prinsip perkawinan menurut Musdah Mulia:

1.Prinsip saling mencintai(Mawaddah wa Rahmah)

2.Prinsip berperilaku sopan dan beradap(Mu'asyarah bi al-Ma'ruf)

3.Prinsip saling melengkapi dan melindungi(Musawah)

4.Prinsip saling berdiskusi dan berkomunikasi secara efektif(Musyawarah)

HUKUM PERCERAIAN

A.Pengertian perceraian

Dalam hukum Islam, perceraian dikenal dengan istilah "talak" atau "furqah". Talak merujuk pada tindakan membuka ikatan dan membatalkan perjanjian pernikahan, sedangkan furqah menggambarkan proses bercerai, yang berarti terpisah dari bersatu. dalam perspektif yuridis, perceraian adalah putusnya suatu perkawinan yang dihasilkan melalui putusan hakim yang berwenang, berdasarkan tuntutan salah satu dari suami atau istri, dengan dasar alasan-alasan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perceraian adalah proses yang diatur secara hukum dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku. Secara normatif, talak dalam agama Islam adalah perkara halal, tetapi sangat dibenci oleh Allah.

B.Sebab-sebab putusnya perkawinan

Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan dapat berakhir karena tiga alasan, yaitu kematian salah satu pasangan, perceraian, dan putusan pengadilan yang memutuskan perkawinan telah berakhir secara sah.

C.Faktor-faktor perceraian

Ada sejumlah alasan yang dapat membuat perceraian menjadi tak terhindarkan dalam sebuah keluarga, termasuk:

1.Kurangnya keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga

2.Krisis moral dan etika

3.Pelanggaran perkawinan dengan melakukan perzinahan

4.Perkawinan yang dilakukan tanpa dasar rasa cinta yang kuat

Selain dari hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa faktor tambahan yang berperan dalam perceraian, yakni:

1.Usia ketika menikah

2.Tingkat pendapatan

3.Perbedaan dalam perkembangan sosio-emosional antara pasangan

4.Riwayat keluarga terkait dengan perceraian

D.Tata Cara Perceraian

Dalam proses perceraian, terdapat dua kategori utama, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak khususnya diperuntukkan bagi individu yang memeluk agama Islam.

Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengatur bahwa seorang suami yang ingin menceraikan istrinya menurut agama Islam harus mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya. Surat tersebut harus berisi pemberitahuan mengenai niatnya untuk menceraikan istrinya beserta alasan-alasannya, serta permintaan agar diadakan sidang untuk proses tersebut.

1.Dari ketentuan tersebut, terlihat bahwa perceraian talak tidak hanya dilakukan oleh suami dengan mengajukan surat ke Pengadilan Agama bagi pasangan suami istri yang beragama Islam. Prosedur perceraian dengan talak diatur mengenai sebab-sebab perselisihan itu.

2.Apabila salah satu pihak dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun, Pengadilan hanya perlu menyampaikan salinan putusan dengan pernyataan bahwa putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap untuk proses perceraiannya.

3.Untuk menghindari bahaya yang mungkin timbul, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tidak tinggal serumah selama proses perceraian.

4.Pengugat atau Tergugat dapat memohon kepada Pengadilan untuk:

5.Gugatan perceraian akan dinyatakan batal jika suami atau istri meninggal sebelum ada putusan Pengadilan. Pengadilan juga akan menentukan nafkah yang harus ditanggung suami, serta hal-hal untuk pemeliharaan dan pendidikan anak, serta barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau hak istri.

6.Para pihak akan dipanggil secara resmi oleh juru sita untuk pemeriksaan gugatan perceraian di Pengadilan paling lambat 3 hari sebelum sidang dimulai.

7.Jika tempat tinggal Tergugat tidak diketahui, maka pemanggilan dilakukan dengan menempelkan gugatan pada papan pengumuman atau melalui surat kabar dua kali dengan selang waktu satu bulan.

8.Jika tempat tinggal Tergugat berada di luar negeri, pemanggilan dilakukan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

9.Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan paling lambat 30 hari setelah diterima. Jika Tergugat berdomisili di luar negeri, sidang ditetapkan paling lambat enam bulan setelah gugatan dimasukkan ke Kepaniteraan Pengadilan.

10.Kedua belah pihak harus hadir sendiri atau diwakili oleh kuasa hukumnya pada sidang pemeriksaan gugatan.

11.Sebelum perkara diputuskan, Hakim akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

12.Jika perdamaian tercapai, Pengadilan akan membuat Akta Perdamaian dan alasan untuk bercerai tidak dapat digunakan lagi oleh Penggugat.

13.Jika perdamaian tidak tercapai, sidang akan dilanjutkan dan dilakukan dalam sidang tertutup.

14.Putusan perceraian akan dilakukan dalam sidang terbuka dan didaftarkan di Kantor Pencatatan oleh Pegawai Pencatat.

15.Panitera Pengadilan harus mengirimkan salinan putusan perceraian kepada Pegawai Pencatat selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

16.Apabila perceraian terjadi di lokasi yang berbeda dari tempat pernikahan, maka salinan putusan harus disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah untuk dicatat..

17.Dalam kasus pernikahan yang terjadi di luar negeri, salinan putusan pernikahan perlu diberikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta. Jika terjadi kelalaian dalam pengiriman salinan putusan, maka tanggung jawabnya akan ditanggung oleh Panitera.

18.Panitera dari Pengadilan Agama memiliki kewajiban untuk menyampaikan akta cerai kepada kedua belah pihak paling lambat dalam waktu tujuh hari setelah putusan mendapatkan kekuatan hukum tetap.

E.Akibat Perceraian

Ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu:

1.Dampak pada anak-anaknya

2.Dampak pada harta bersama (aset yang diperoleh selama dalam perkawinan)

3.Dampak pada mut'ah (pemberian dari bekas suami kepada bekas isterinya yang diberikan sebagai kompensasi berupa barang atau uang dan lain-lain)

HUKUM KEWARISAN

Dalam kerangka hukum yang berlaku, kejadian kematian dianggap sebagai peristiwa yang berkaitan dengan hukum. Hal ini karena setelah seseorang meninggal dunia, semua hak dan kewajibannya secara otomatis berakhir, dan secara langsung diteruskan kepada ahli waris yang berhak menerima warisan (zaw al-furud), terutama terkait dengan harta yang ditinggalkan (al-tirkah), baik itu berupa barang-barang bergerak seperti kendaraan bermotor maupun barang-barang tidak bergerak seperti rumah dan tanah. Dalam konteks umat Islam, tata cara pembagian warisan telah diatur secara rinci dalam ilmu fara'id.

HUKUM WASIAT

A.Pengertian Wasiat

Secara bahasa, wasiat merujuk pada pesan atau arahan yang diberikan kepada orang lain. Secara terminologi, wasiat mengacu pada pesan kebaikan yang diberikan kepada seseorang untuk dilaksanakan setelah kematian. Dalam konteks hukum, wasiat adalah tindakan pengaturan terhadap harta peninggalan yang akan dilaksanakan setelah kematian oleh pihak yang membuat wasiat.

B.Dasar Hukum Wasiat

Dasar hokum wasiat diantaranya Pertama, Q. S. Al-Maidah, ayat 106, Kedua, Hadis kudsi, Rasulullah bersabda: "Bahwa ada dua hal yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu Allah menentukan sebagian harta seseorang khusus untuk seseorang ketika ia akan wafat (dengan jalan wasiat) untuk memberihkan dirinya (dari dosa), dan doa seorang hambabuat seseorang yang telah wafat".

HUKUM PERWAKAFAN

A.Pengertian Wakaf

Secara etimologis, istilah "wakaf" berasal dari bahasa Arab "waqafa, yaqifu, waqfan" yang mengandung arti menahan, berhenti, berdiri, atau diam di tempat. Namun, dalam konteks terminologi, wakaf merujuk pada tindakan menahan atau mengikat suatu benda yang memiliki kekekalan zatnya, sementara manfaatnya dapat diambil oleh orang lain untuk kebaikan. Dalam pengertian lain, wakaf adalah peralihan kepemilikan yang bersifat permanen kepada seorang individu atau nazir (pengelola wakaf), baik secara personal maupun melalui institusi pengelola, dengan syarat bahwa manfaat atau hasilnya digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan konsep ini, kita dapat memahami bahwa wakaf adalah proses menyerahkan sejumlah harta atau kepemilikan kepada orang lain (nazir) untuk dikelola dan dimanfaatkan, dengan tujuan hasilnya disalurkan kepada yang membutuhkan sebagai bagian dari amal untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran agama.

B.Dasar Hukum Wakaf

Dasar-dasar hokum wakaf diantaranya Ali Imran: 92, Al-Baqarah: 261. Selain itu terdapat dasar lain yaitu a.Hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah, bahwasannya Nabi bersabda: "Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya". Hadis ini oleh al-Shan'ani dikemukakan dalam bab wakaf, karena para ulama menginterpretasikan kalimat shadaqah jariyah dengan wakaf.

C.Macam-Macam Wakaf

Pertama, wakaf ahli merujuk kepada wakaf yang ditujukan kepada individu tertentu, baik itu satu orang atau lebih, termasuk keluarga si wakif atau pihak lain. Jenis wakaf ini juga dikenal sebagai wakaf zurri atau wakaf kerabat.

Kedua, wakaf khairi atau wakaf untuk kepentingan umum mengacu pada wakaf yang secara eksplisit dinyatakan oleh si wakif untuk manfaat masyarakat umum.

HUKUM JUAL BELI

A.Pengertian Jual Beli

1.Dari segi bahasa, jual beli bermakna pertukaran suatu barang dengan barang lainnya. Dalam kata lain, Ba'i (jual beli) dapat disebut juga dengan istilah al-tijarah yang merujuk pada kegiatan perdagangan.

2.Dalam terminologi, terdapat beberapa pendapat yang berbeda:

a.Menurut ulama Hanafiah, jual beli adalah pertukaran barang dengan barang lainnya sesuai dengan aturan yang diperbolehkan.

b.Menurut Imam Nawawi, jual beli adalah pertukaran barang dengan barang lainnya untuk tujuan kepemilikan.

c.Menurut Ibnu Qudamah, jual beli adalah pertukaran barang dengan barang lainnya dengan maksud untuk saling memiliki.

B.Rukun dan Syarat Jual Beli

1.Penjual

2.Pembeli

3.Barang yang dijual/dibeli

4.Shigat(Ijab Qabul)

Syarat sah Jual Beli

1.Penjual dan pembeli harus

*berakal sehat

*menjual atau membeli dengan kehendak sendiri

*tidak mubadzir

*baligh

2.Benda

*Suci

*dapat dimanfaatkan

*bukan milik orang lain

*dapat diserahkan

*dapat dilihat berat, besar, dan jumlahnya

*tidak boleh dita'likkan

3.Lafadz(Ijab Qabul)

C.Macam-Macam Jual Beli

Jual beli yang dilarang karena ahliah atau ahli akad (penjual dan pembeli), antara lain :

a.Jual beli orang gila

b.Jual beli anak kecil

c.Jual beli orang buta

d.Jual beli fudhul

e.Jual beli orang yang terhalang (sakit, bodoh atau pemboros)

f.Jual beli Malja'

Jual beli yang dilarang karena objek jual beli (barang yang diperjual belikan), antara lain :

a)Jual beli Gharar

b)Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan

c)Jual beli Majhul

d)Jual beli sperma binatang

e)Jual beli barang yang dihukumkan najis oleh agama (Alquran).

f)Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.

g)Jual beli Muzabanah

h)Jual beli Muhaqallah

i)Jual beli Mukhadharah

j)Jual beli Mulammasah

k)Jual beli Munabadzah

Jual beli yang dilarang karena Lafadz (ijab kabul)

a)Jual beli Mu'athah

b)Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.

c)Jual beli Munjiz

d)Jual beli Najasyi

e)Menjual di atas penjualan orang lain

f)Jual beli di bawah harga pasar

g)Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.

D.Khiar dalam Jual Beli

Khiar merupakan hak kebebasan bagi penjual dan pembeli untuk memilih apakah akan melanjutkan atau membatalkan perjanjian jual beli. Oleh karena itu, dalam transaksi jual beli, diperbolehkan untuk memilih apakah akan melanjutkan atau membatalkan kesepakatan. Berdasarkan penyebab terjadinya, khiar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis.

1.Khiyar majelis

2.Khiyar syarat

3.Khiyar aib

E.Manfaat dan Hikmah Jual Beli

Manfaat dan kebaikan yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli termasuk:

a.Kepuasan dan rasa lega antara penjual dan pembeli dapat tercipta melalui kesepakatan bersama.

b.Membantu seseorang untuk menjauhkan diri dari mengambil atau memiliki harta secara tidak sah.

c.Memberikan nafkah bagi keluarga dengan cara yang halal.

d.Berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara keseluruhan.

e.Membangun ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan batin karena mendapatkan rezeki yang cukup dan menerima dengan penuh syukur atas karunia Allah SWT.

f.Membangun hubungan silaturahmi dan persaudaraan antara penjual dan pembeli.

HUKUM UTANG PIUTANG

A.Pengertian Utang Piutang

Memberikan sesuatu kepada individu yang membutuhkan, entah berupa uang atau barang dalam jumlah tertentu, dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama. Penerima diharapkan untuk mengembalikan jumlah uang atau barang yang dipinjamkan dengan jumlah yang sama tepat pada waktunya sesuai kesepakatan.

B.Rukun dan Syarat Utang Piutang

1.Orang yang memberi utang (Baligh, Berakal)

2.Orang yang berutang (Baligh, Berakal)

3.Objek atau barang yang diutangkan

4.Lafadz(Ijab Qabul)

C.Hukum Memberi Kelebihan dalam Membayar Utang

1.Kelebihan yang tidak diperjanjikan

Jika seseorang yang berutang melakukan pembayaran lebih dari yang seharusnya tanpa didasarkan pada kesepakatan sebelumnya, melainkan sebagai tindakan penghargaan atau kebaikan semata, maka pembayaran lebih tersebut dapat dianggap sah bagi pemberi utang.

2.Kelebihan yang diperjanjikan

Jika pembayaran lebih dilakukan oleh orang yang berutang kepada pemberi utang sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya, maka bagi pemberi utang, menerima kelebihan tersebut dianggap tidak sah dan tidak diperbolehkan.

D.Pemindahan Hutang

Hiwalah adalah proses mengalihkan atau memindahkan tanggung jawab utang dari satu individu kepada individu lainnya yang juga memiliki utang kepada individu pertama. Proses pemindahan ini harus disetujui oleh individu pertama yang akan menerima tanggung jawab tersebut.

SEWA MENYEWA

A.Pengertian Sewa Menyewa

Sewa menyewa adalah praktik pemberian barang kepada individu lain untuk digunakan sesuai dengan kesepakatan antara penyewa dan penerima sewa. Dalam hal ini, penerima barang diwajibkan memberikan imbalan sebagai pembayaran atas penggunaannya, dengan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti.

B.Rukun dan Syarat Sewa Menyewa

1.Orang yang menyewakan(baligh, berakal, kehendak sendri)

2.Orang yang menyewa(baligh, berakal, kehendak sendiri)

3.Barang yang disewakan

a.Bermanfaat

b.Tidak dilarang agama

c.Diketahui kadar, jenis, dan fisik

d.Tahan lama dan kekal zatnya

e.Dapat disewakan

4.Imabalan

5.Shigat

C.Batal atau Berakhirnya sewa menyewa

Hal-hal yang dapat menyebabkan pembatalan atau berakhirnya perjanjian sewa menyewa meliputi:

1.Terjadi kecacatan pada barang yang disewakan.

2.Kerusakan barang sewaan.

3.Berakhirnya masa sewa menyewa.

4.Terdapat uzur.

HUKUM UPAH MENGUPAH

A.Pengertian Upah Mengupah

Menurut asal katanya (etimologi), upah mengacu pada imbalan atau kompensasi. Dalam terminologi, upah adalah kompensasi yang diberikan kepada seseorang atas penggunaan tenaganya dengan memberikan imbalan sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Dengan demikian, upah merujuk pada pemberian imbalan kepada individu yang telah diinstruksikan untuk melakukan pekerjaan tertentu, dan imbalan tersebut diberikan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan.

B.Rukun dan Syarat Mengupah

1.Pemberi upah hendaknya baligh, berakal, dan tanpa paksaan

2.Penerima upah hendaknya balgh, dan berakal

3.Objek tidak dilarang menurut agama(Islam)

4.Upah

a.Tidak berkurang nilainya

b.Jelas

c.Bermanfaat

5.Akad(ijab qabul)

a.Dilakukan sebelum pekerjaan

b.Tidak disangkutkan dengan urusan lain

c.Kesepakatan bersama

HUKUM SYIRKAH(SERIKAT)

A.Pengertian syirkah

Secara Bahasa syirkah adalah campur atau pencampuran. Secara isitilah yaitu dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.

B.Rukun dan Syarat

Adapun beberapa rukun syirkah yaitu :

1.Kedua orang yang bekerjasama

2.Adanya usaha yang dijalankan

3.Modal

4.Sighat

Syarat syirkah :

1.Berakal, baligh, tanpa paksaan

2.Sepakat menggabungkan modal

3.Modal harus tunai

4.Perhitunan keuntungan dan kerugian yang jelas dan adil

C.Macam-macam syirkah

1.Syirkah Inan, adalah perjanjian kerjasama finansial di mana dua orang atau lebih sepakat untuk berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusi modal mereka.

2.Syirkah Mufawadhah, yaitu kesepakatan usaha yang menitikberatkan pada kahlian atau keterampilam

3.Syirkah Wujuh, adalah serikat dalam bentuk tanggung jawab

4.Syirkah Abdan, yaitu kejasama dalam bentuk karya

D.Batal atau berakhirnya syirkah

1.Sebuah pihak mengakhiri kesepakatan kemitraan, bahkan tanpa persetujuan dari pihak lain.

2.Seorang pihak kehilangan kemampuan untuk mengelola harta (kemampuan bertransaksi), entah karena kegilaan, pemborosan, atau alasan lainnya.

3.Salah satu pihak meninggal dunia.

HUKUM MUDHARABAH (QIRADH)

A.Pengertian

Secara Bahasa qiradh berarti potongan. Secara isitilah yaitu memberikan modal kepada orang lain dengan kesepakatan keuntungan dan kerugian dibagi 2

B.Rukun dan syarat

1.Pemberi modal(baligh, berakal, merdeka, memberi kebebasan terhadap penerima modal)

2.Penerima modal(baligh, berakal, merdeka, jujur dan pandai berdagang)

3.Modal(dikus dengan harga semestinya)

4.Lapangan pekerjaan(tidak ada batasan waktu, barang, maupun tempat)

5.Keuntungan(dilakukan di awal, jelas, dan adil)

6.Ijab Qabul(kesepakatan bersama)

C.Macam-Macam Qiradh

1.Qiradh sederhana, yaitu dilakukan secara perorangan

2.Qiradh modern, dilakukan oleh bank atau perusahaan seperti penanaman modal/saham

D.Larangan Dalam Qiradh

1.Menggunakan modal untuk kebutuhan pribadi.

2.Memberikan modal atau barang qiradl tanpa izin dari pemilik modal.

3.Meminjamkan modal atau barang kepada pihak lain tanpa izin dari pemilik modal.

4.Berdagang modal dengan cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

E.Berakhirnya Qiradh

1.Tidak terpenuhinya rukun dan syarat

2.Pengelola meninggalkan tugasnya

3.Meninggal

4.Salah satu mengakhiri perjanjian

HUKUM MUZARA'AH DAN MUKHABARAH

A.Pengertian Muzara'ah dan Mukhabarah

Menurut bahasa (etimologi), Muzara'ah disebut juga Mukhabarah, yang berarti Al-Inbat artinya menumbuhkan. Secara istilah yaitu Mukhabarah melibatkan pemilik tanah yang menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal kepada pengelola, sementara Muzara'ah terjadi ketika pekerja mengelola tanah dan mendapatkan sebagian dari hasilnya, dengan modal yang diberikan oleh pemilik tanah.

Kedua istilah, mukhabarah dan muzara'ah, memiliki kesamaan dalam hal bahwa keduanya melibatkan pemilik tanah yang menyerahkan tanah kepada orang lain untuk dikelola. Namun, perbedaannya terletak pada sumber modal; dalam mukhabarah, modalnya berasal dari pengelola, sementara dalam muzara'ah, modalnya berasal dari pemilik tanah.

B.Rukun dan Syarat Muzara'ah dan Mukhabarah

1.Pemilik dan penggarap(baligh dan berakal)

2.Tanah

a.Jelas

b.Memungkinkan digarap

3.Modal

a.Jelas nilainya

b.Dapat dimanfaatkan

4.Ijab Qabul

a.Kesepakatan bersama

b.Tidak ada yang dirugikan

c.Tanpa paksaan

C.Zakat Hasil Muzara'ah dan Mukhabarah

Dalam konteks ini, zakat dikenakan pada pemilik benihnya. Oleh karena itu, dalam muzara'ah, zakat dikenakan pada penggarap tanah karena pada dasarnya dialah yang menanam, sementara pemilik tanah dianggap sebagai penerima sewa atas tanahnya, dan pendapatan dari sewa tersebut tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Sedangkan dalam mukhabarah, zakat dikenakan pada pemilik tanah karena pada dasarnya dialah yang menanam, sedangkan petani hanya menerima upah atas pekerjaannya. Pendapatan yang diperoleh dari upah tersebut tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Jika benih berasal dari keduanya, zakat harus dikeluarkan oleh keduanya dari jumlah pendapatan sebelum dibagi.

D.Batal atau Berakhirnya Muzara'ah dan Mukhabarah

1.Telah habis waktunya

2.Salah satu pihak meninggal duina

3.Terdapat uzur

Conclusion

Hukum perdata Islam di Indonesia, khususnya dalam aspek hukum keluarga dan bisnis, memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur hubungan antarindividu dan masyarakat secara adil dan harmonis. Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan dan kompleksitas, pemahaman yang mendalam serta upaya pengembangan dan penguatan kerangka hukumnya terus diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan implementasi hukum perdata Islam di Indonesia. Dengan demikian, hukum perdata Islam di Indonesia dapat terus berfungsi sebagai instrumen yang relevan dan efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.

Bibliography

Dr. H. A. Khumedi Ja'far, S. M. (2014). Hukum Perdata Islam di Indonesia : Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis. Surabaya: Gemilang Publisher.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun