Gelar yang terkenal ada dua yaitu Panembahan Hanyokrokusumo (1624), dan Sultan Agung ing Ngalaga Abdurarahman (1641). Raden Mas Rangsang dikenal dengan sebutan Sultan Agung.
Sebutan Sultan Agung setelah ia berhasil membuktikan dirinya sebagai raja yang mempunyai pengaruh besar. Jadi, gelar Panembahan yang melekat pada pendahulunya, masih disematkan dalam penggunaan gelar kekuasaannya.
Selanjutnya gelar sultan yang disematkan, berlanjut pada Kasultanan Ngayogjakarta sekarang ini. Sedangkan gelar sunan, berlanjut pada kasunanan Surakarta.
Peristiwa penting pada masa pemerintahannya adalah memindahkan ibukota Mataram dari Kota Gede ke Kerta (lima kilometer dari Kota Gede). Belum diketahui secara pasti alasan pemindahan ibukota tersebut. Namun, sangat mungkin untuk menghindari pemberontakan baik dari keluarga maupun para penguasa vasal yang menjadi kekuasaan Mataram.
Pada masa Sultan Agung, ia berhasil melakukan langkah-langkah dalam membangun kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang besar dan kuat. Oleh sebab itu pada masa Sultan Agung terjadi beberapa peristiwa penting sebagai berikut:
a) Perluasan wilayah Mataram
Wilayah Mataram masa Sultan Agung meliputi Wirasaba (1615), Lasem (1616), Pasuruan (1617), Gresik (1618), Tuban (1619), Madura (1624), Surabaya (1625), Giri (1636), dan Blambangan (1639).
Wilayah-wilayah tersebut sejak Sultan Agung menjadi raja, menjadi wilayah yang secara mutlak mengakui kekuasaan Mataram. Wilayah Jawa bagian barat hampir semua dikuasai kecuali Banten dan Batavia. Selanjutnya Mataram juga berhasil menaklukkan Palembang, Jambi, Banjarmasin, dan Makassar.
Dengan demikian, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat (kecuali Banten dan Batavia), beberapa daerah di Sumatra (Palembang, Jambi) dan Kalimantan (Banjarmasin dan Makassar). Semua wilayah tersebut dikendalikan secara terpadu dari ibukota kerajaan Mataram.
b) Pembangunan Ekonomi Kerajaan