Kami berdua malah ketawa makin kencang. Bukan karena kalimat Mila lucu, tapi karena justru membuat momen canggung itu pecah jadi ringan.
"Kamu masih dengerin lagu Cinta-nya Vina Panduwinata?" tanyaku.
"Enggak," jawabnya cepat. Mungkin dia lihat wajahku sedikit kecewa, jadi buru-buru nambahin, "Aku dengerinnya versi Ikang Fawzi."
Aku bengong. Langsung buka YouTube di HP, nyari lagu itu. Dan memang ada. Aku ketawa kecut.
"Yang ini malah mirip sama suara kamu," katanya.
Ketawa kami makin keras. Mila nyamber lagi, "Meja sebelah kosong lho."
"Aku mau nanya, boleh?" katanya. Matanya nyari-nyari keberanian.
Aku angguk.
"Di periode kita itu, terus terang aku banyak yang lupa. Aku hampir keceplosan bilang kalau aku tulis cerita tentang kita, tapi aku tahan dulu, nanti aja aku cerita, pikirku. Tapi soal siapa yang pernah deket sama kamu aku inget. Lupa sih namanya, tapi pas Erfin sebut nama itu aku jadi inget." Dia berhenti sejenak, lalu menyipitkan mata. "Denisa, ini yang dulu pernah kamu cerita kan? Yang sempat deket sebelum aku?"
"Denisa ini yang di foto sebelah kamu, foto yang Mila kirim kan?" tanyaku.
Aku tarik napas, senyum tipis. "Iya. Kenapa jadi deket sekarang? Itu ceritanya panjang."