Aku bengong. Dunia mendadak hening. Mila masih ngeliatin aku, Widya ngakak, tapi suaranya jadi jauh. Yang dekat cuma tatapan itu. Tatapan masa lalu. Tatapan yang pernah bikin aku nekat nyanyi di kantin sekolah yang penuh, yang bersama-sama ku setiap minggu pagi, yang membuatku mendapat puisi paling busuk dari Andi.
Ratna tersenyum. Masih sama. Dan dalam hati aku cuma bisa bergumam:
"Selamat datang, 1989. Ternyata kamu nggak pernah benar-benar pergi."
Dan akhirnya, aku tidak percaya last meeting theory!
Dua bulan ini, aku merasa Tuhan baik sekali padaku. Seminggu yang lalu, tiba-tiba ada WhatsApp masuk dari Linggo:
"Gue training 3 hari di Menara 165, dekat ngga dari rumah lo?"
Koprol juga nyampe jawabku. Aku ketemu Linggo tiap malam selama dia training di Jakarta, makan malam bersamaku.
Dengan Linggo, aku memang tidak benar-benar lost contact, masih suka berbalas pantun di grup whatsApp. Tapi aku terakhir ketemu dia sewaktu reuni, 9 tahun yang lalu.
Dan saat aku ketemu dia lagi, mukanya masih kaya zaman SMA, masih kusut aja, kayak belum mandi.
Dan tentu saja, hari ini surprise paling dasyat!
"That's a surprise about a surprise; that's a second-degree surprise!"