Mohon tunggu...
bucek molen
bucek molen Mohon Tunggu... Konsultan

Pernah tinggal di banyak kota, mencintai beberapa orang, dan menyesali hampir semuanya. Menulis bukan untuk didengar, tapi agar suara-suara dalam kepala tak meledak diam-diam. Tidak sedang mencari pengakuan, hanya menaruh serpihan hidup di tempat yang tidak terlalu ramai.

Selanjutnya

Tutup

Roman

That's a Surprise About a Surprise; That's a Second-Degree Surprise!

7 September 2025   11:46 Diperbarui: 13 Oktober 2025   20:52 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"From 1989 to Today: A Reunion Decades in the Making" by Kasep Photo 

Dan di situ aku makin yakin: dunia memang cuma selebar daun kelor.

Aku menatap Ratna, sadar bahwa dunia ini memang kecil. Yang pergi bukan rasa atau kenangan, tapi cuma jarak dan waktu. Dan ketika semuanya bersatu kembali, entah lewat DM, reuni, atau senyum kusut seorang teman lama... rasanya 1989 dan hari ini, semuanya saling menimpa sekaligus.

Canggung di Meja Marzano

Ngobrol sama Ratna ternyata seperti membuka kotak tua yang isinya masih harum, walau debunya tebal. Awalnya kikuk. Kami cuma tanya hal-hal remeh: kerja di mana, tinggal di mana, anak berapa. Dari sebelah, ada aja suara, "Cieee... cieee..." bikin aku makin salah tingkah.

Buatku ini betul-betul kejutan. Aku nggak pernah nyangka bakal ketemu dia lagi. Padahal dulu, aku sempat lihat dia di Facebook. Hampir ku-add, tapi entah kenapa kuurungkan. Takut aneh, kali ya.

Sekarang dia ada di depanku. Dan tetap sama---menyenangkan. Senyumnya masih punya efek aneh: bikin aku ingin jadi versi terbaik dari zaman SMA-ku dulu.

Obrolan sama Ratna makin lama makin ngalir. Setelah kikuk awal, ternyata gampang aja. Kayak air nemu jalannya sendiri. Kami saling cerita masa kuliah, dan di situ aku makin heran.

Ternyata kami sering ada di jalur yang sama. Dia naik kereta pagi dari Gondangdia, aku naik dari Juanda. Jamnya selalu sama, duduk mungkin cuma selisih satu atau dua gerbong. Bahkan mungkin kami pernah berada di gerbong yang sama, tapi sama-sama nggak ngeh. Aku cerita selalu di gerbong pertama atau gerbong kedua, biar pas keluar stasiun langsung deket ke pintu masuk kampus.

Aku yakin kami pernah ada di kereta yang sama, karena kereta yang sering kunaiki itu adalah kereta yang kecelakaan di Citayam tahun-tahun itu. Kami sama-sama mengonfirmasi jadwal kereta itu, kereta yang selalu kami naiki.

Dia cerita suka nonton di Metropole atau TIM. Aku juga sering ngabisin malam di sana, karena tiketnya lebih murah.

Lalu soal kos pertama. Dia bilang pernah tinggal di Wisma Marsini, Margonda. Aku ngakak.
"Seriusan? Arwin Bagol, temen aku, dulu kos di situ. Aku sering nongkrong dan nginep di Marsini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun