Usul yang gila, tapi ada benernya juga. Daripada merepotkan dirinya dan terus mengganggu hubungannya dengan Mbak Ris, lebih baik Vie potong kompas saja. Sekalian membuktikan pada Mbak Ris kalau keyakinannya atas hubungannya dengan Jemy nggak cuma isapan jempol doang.
Senyum Vie mulai berkembang menggantikan cemberutnya tadi.
`````
Malam baru saja menutupi bumi. Segenap kelam mendendangkan alam pada kondisi sunyi sepi. Serangga malam menggantikan kedudukan burung dan capung yang sesiang tadi riang bercengkerama.
Di satu bangunan rumah terdengar isakan tangis seorang perempuan memecah malam. Di sebelahnya ada perempuan lain yang sengaja menenangkan kesedihan perempuan pertama tadi.
"Sudahlah, Vie. Jangan sedih terus. Nanti Mbak Ris jadi lebih sedih lho!"
"Vie bener-bener ngerasa dikerjain, Mbak. Bener-bener. Kok dia tega banget," isak Vie tidak berhenti.
"Nggak boleh ngomong gitu dong, sayang...," Mbak Ris memeluk adik semata wayangnya itu. "Jemy kan sudah memberitahu alasannya. Dan, kamu harus menghargai itu."
"Iya, tapi..."
Sore tadi, dengan segala keberaniannya Vie mengutarakan rasa hatinya pada Jemy. Keberanian yang sedikit nekad ini tentu saja dengan keyakinan bahwa Jemy akan menyambutnya sama. Keyakinan yang Vie dapati dari segala perhatian Jemy selama ini.
Namun, Â ternyata Jemy malah mengacak-acak rambut Vie sambil mengatakan bahwa apa yang dilakukan pada Vie selama ini karena rasa sayangnya sebagai seorang kakak. Jemy tidak mempunyai adik atau kakak makanya dia sangat merindukan kehadiran banyak saudara di sekitarnya. Cuma, justru dengan alasan ini membikin Vie merasa sakit luar biasa. Ia merasa dibohongi.