“Jambret! Jambret! Tolong! Tas saya dibawa kabur!”
Suasana minggu pagi yang tenang itu dikacaukan dengan teriakan seorang wanita bersama anak perempuannya yang berdiri di depan kios sembako di pinggir jalan. Mereka menunjuk-nunjuk ke arah pria yang sedang berlari menjauh. Lelaki itu membawa tas wanita berwarna hitam merek ternama, yang diduga adalah milik perempuan yang berteriak tersebut.
Adi yang saat itu sedang terkantuk-kantuk, bahkan hampir tertidur di dalam becaknya, mendadak terbangun. Ia spontan meloncat ke luar dan dengan gerakan refleks mendorong becaknya dari belakang. Ia menabrakkan becaknya ke tubuh penjambret yang sedang berlari ke arahnya.
Banyak orang berlarian mengepung penjambret yang sedang tergeletak di tanah akibat ditabrak becak Adi. Adi menghampiri lelaki yang sedang meringis kesakitan itu lalu mengambil tas tangan yang terlempar tak jauh dari badannya. Dari balik kerumunan muncul ibu beserta anak perempuannya yang menjadi korban penjambretan tersebut.
“Aduh, terima kasih ya Bang, sudah nolongin kami.” Seketika Ibu itu terkesiap saat bertemu muka dengan Adi.
“Lho, Adi? Kamu di sini? Jadi kamu yang nangkep penjambretnya?” Ibu Gandasubrata tercengang. Ica yang berada di samping ibunya ikut melongo.
Adi pun tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu. “Tante Sukma? Jadi Tante yang dijambret tadi?” Adi kemudian menyerahkan tas wanita berwarna hitam yang telah ia amankan sebelumnya.
“Bawa ke kantor polisi! Bawa ke kantor polisi!” Orang-orang yang berada di dalam kerumunan itu berteriak-teriak. Mereka menginginkan penjambret itu untuk segera diproses oleh pihak berwajib.
“Adi, Tante titip Ica untuk diantarkan pulang ke rumah ya. Tante mau ke kantor polisi dulu.” Pinta Bu Gandasubrata kepada Adi.
“Baik, Tante. Jangan khawatir. Adi jamin Ica aman sampai di rumah.” Sahut Adi menyanggupi.
“Terima kasih ya, Di. Hati-hati di jalan. Ica ikut Adi dulu ya. Mama mau ke kantor polisi.” Bu Sukma mengelus kepala Ica.