Dia menutup mulutnya. Hidungnya yang pesek lebar bergetar.
Ketakutan, pikirmu.
"Pola kuno budaya raksasa gandarwa," geramnya.
"Bagiku tampak seperti pola bunian rimba."
Kamu menyodok tenunannya lagi. Dia menariknya. Sepertinya dia hendak membungkusnya dan menyembunyikannya di belakang punggung, tapi kemudian dia melemparkannya ke udara.
Sejenak tenun kulit itu meregang kencang. Simpulnya berkilauan dalam warna biru pupus, hijau zamrud, oranye matahari senja. Kemudian terlipat dan jatuh ke tanah.
"Rusak," katamu.
"Belum selesai. Baru setengah ditenun dan masih berkilau. Carikan aku kotak-kotak bunian beringus lendir untuk menyelesaikannya!"
Ada kelembutan dalam dirinya, kamu harus mengakuinya. Namun, raksesi, contohnya Sarpakenaka, Â adalah petarung paling sengit, terpikat oleh darah dan kematian. Jari-jarimu mengencangkan gagang pedangmu.
"Benar," katamu. "Ayo ikut sekarang."
"Tidak," katanya. Dia lebih besar darimu. Sedikit lebih besar. Akan jauh lebih besar kalau kamu tidak besar untuk ukuran manusia.